PJS Entertainment
Present
__________…..~~ooOoo~~…..__________
Title : I’ll Be Your Star (Chapter 4)
Author : Park Jiseon a.k.a Veny Sugandhi (@Veny_Oodl3)
*follow ne XD
Cast :
-
Henry Lau (Super Junior M)
-
Sun Hyesung (OC)
-
Yesung (Super Junior)
-
Donghae (Super Junior)
-
Chanyeol (EXO-K)
-
Park Jieun (OC)
-
Kim Youjung (Dong Yi)
-
And other
Length : Chaptered
Rating : PG-15
Genre : Romantic
~~Di
larang keras menyalin dan memposting ulang FF ini untuk kepentingan pribadi
atau blog. Itu namanya PLAGIAT dan plagiat pantesnya di buang ke JAM BAND~~
Recommended
Song : Henry – Trap
Warning :
Typo bertebaran dimana-mana!! Jika tidak berhati-hati anda akan tertular
virusnya (?)
__________…..~~ooOoo~~…..__________
Summary :
“Aku seekor burung
yang ditinggalkan didalam sangkar kecil yang disebut dirimu.
Aku bahkan tak bisa
terbang jauh.
Aku semakin lemah
dalam dirimu. Di dalam cinta ini yang selalu tetap hidup.
Oh aku terjebak,
aku terperangkap”
# Henry – Trap #
__________…..~~ooOoo~~…..__________
Sebelumnya…
“Henry-ya!” panggilnya lagi.
Tapi kali ini sambil melepas topi yang sedang Henry coba. “Kau ingin kita
bertengkar di sini?”
“Geurae, sekarang kita cari
makan! Oke?” jawab Henry lalu meletakkan topi itu kembali dan menarik tangan
Hyesung keluar dari toko itu.
“Ya, bantu aku memegang
barang-barang ini.” Hyesung menendang-nendang tas-tas belanjaan Henry yang di
pegangnya. Henry tersenyum dan mengambil tiga tas dari tangan Hyesung.
“Ya, kau hanya mengambil tiga?”
Hyesung berhenti melangkah. “Aiss, kau terlalu banyak mengeluh! Mau makan
tidak?” jawab Henry ketus membuat Hyesung hanya memanyunkan bibirnya dan
menyeret kakinya mengikuti arah Henry.
TBC
__________…..~~ooOoo~~…..__________
“Huwahh…. Perutku serasa akan
meledak.” Gumam Hyesung sambil memegang perutnya yang kekenyangan. Mereka baru
saja selesai makan di restaurant terdekat. Henry yang berjalan disampingnya
hanya tersenyum geli melihat tingkah yeoja itu. Mereka masih dalam
kawasan jalan Garosoo. Kini mereka sedang berjalan di depan barisan toko-toko
yang menjual berbagai macam benda.
“Setelah ini kita ke mana?
Jangan belanja lagi, ne!” Tanya Hyesung sambil memegang lengan namja itu dengan
bunyi tas-tas belanjaan yang dipegangnya.
“Sepertinya kau senang sekali.
Bukannya tadi kau sangat kesal?” goda Henry pada Hyesung. Yeoja itu melepaskan
tangan Henry. Dia berhenti berjalan. “Itu karena aku lapar dan kau tidak membiarkan aku
istirahat. Aku hanya terus mengekorimu ber jam-jam sambil membawa belanjaanmu.
Seperti pembantu!” omel Hyesung. Dia memberi penekanan pada kata pembantu.
Henry
memutar badan mendekati yeoja berambut hitam itu. “Hehe... geurae! Sekarang
kita belanja lagi.” Perkataan Henry sukses membuat Hyesung membanting tas-tas
ditangannya. “Mwo? Shireo, aku lelah! Aku mau pulang saja.”
“Eits!!
Andwae, sekarang kita belanja untukmu. Oke?” Hyesung tampak berpikir sejenak.
“Oke!”
jawabnya singkat.
“Aih, kau
ini!” dengus Henry yang dibalas cengiran Hyesung. “Angkat lagi tas-tas itu!”
lanjutnya. Dengan terpaksa, Hyesung mengangkat lagi belanjaan-belanjaan itu
satu per satu.
‘Aigoo,
kenapa aku harus mendapatkan saudara angkat seperti Henry?’ jerit Hyesung dalam
hati di tengah langkahnya mengekori Henry. Namja itu berjalan dua langkah di
depannya. Sejurus kemudian, Henry tiba-tiba berhenti. Dia memandangi seluruh
isi toko berdinding kaca di sebelah kirinya lalu memutar badan melihat Hyesung.
“Kita coba masuk di sini.” Seru Henry dan langsung masuk toko bernuansa merah
marun itu.
***
Hyesung
memasang sabuk pengamannya lalu menyandarkan punggungnya yang serasa mau lepas
dari tempatnya. Lehernya terasa kaku karena tangannya yang memegang beban berat
selama berjam-jam. Kini dia dan Henry sudah berada dalam mobil untuk pulang.
Jam di dashboard mobil sudah menunjukkan pukul 6 sore.
“Kita pulang,
kan?” tanya Hyesung lemah.
“Ani. Kita
ke Namsan Tower dulu, baru pulang! Aku sudah lama tidak ke sana.” jawaban Henry
itu sukses membuat Hyesung kaku. Matanya yang tadi terlihat sayu berubah
membesar. Henry bergidik ngeri melihat perubahan Hyesung itu. “Shireo! Aku
tidak mau ke tempat itu lagi.”
“Wae?
Bukannya itu tempat yang bagus.”
“Tidak! Aku benci
tempat itu.”
“Aku mau ke
sana!” Henry lalu mengidupkan mesin.
“Andwae!”
“Aku tetap
mau pergi.”
“Ya! Kau kan
bisa pergi dengan orang lain ke sana.”
“Memangnya
ada apa dengan tempat itu? Semua orang menyukainya.” Henry tidak habis pikir
kenapa ada yeoja keras kepala seperti ini.
Hyesung
berbalik menatap jendela di sebelah kirinya dan masih menyandarkan kepalanya. “Tempat
itu mengingatkan aku pada Yesung oppa. Kami pernah memasang gembok cinta kami
di sana.” Sebenarnya Henry sudah tahu jawaban apa yang akan keluar dari mulut
Hyesung dengan tingkah seperti itu.
Henry
mendengus. “Ya... mau sampai kapan kau seperti ini?” tanya Henry. “Mau sampai
kapan kau akan terus menghindar?”
“Mwo?”
Hyesung mendelik. “Apanya yang menghindar?”
“Sampai
kapan kau mau menghindari bayangan Yesung?” Henry memiringkan posisinya untuk
menatap Hyesung. “Dari pada sibuk menghindar, lebih baik kau hadapi!”
Hyesung
mendengus. Bisa-bisanya namja itu menceramahinya panjang-lebar. “Memangnya
kenapa? Apa untungnya bagimu kalau aku tidak bisa melupakannya?” Hyesung
berbalik menatap namja itu tajam.
Henry
menaikkan sebelah alisnya. “Siapa yang menyuruhmu untuk melupakannya? Dia
memang sudah ada dalam pikiranmu. Sekeras apapun kau mau melupakannya, itu
tidak mungkin! Tapi setidaknya, bisa kah kau mengubah ingatan itu menjadi
kenangan? Bukan menyimpan ingatan tadi menjadi sesuatu yang menyakitkan.
Dulunya juga aku seperti itu. Tapi aku hanya menghadapinya. Dan aku sadar itu.”
Henry menghentikan omongannya lalu membenturkan kepalanya pada sandaran bangku.
***
Hyesung
melangkah ragu. Memandang keseluruhan taman ini dengan perasaan takut. Sedikit
rasa rindu menyelubungi hatinya. Terakhir kali ke sini dua tahun yang lalu.
Saat Yesung masih ada. Pemandangan tower tinggi menjulang di depannya membuat
jantungnya berdetak tidak karuan.
“Sungie-ya, yeogiga!” Yesung memanggilnya. Dia
menggenggam tangan Hyesung dan merangkulnya. “Hari ini kita akan mengunci
gembok di atas sana. Oke?”
“Kajja, kita
ke atas!” Henry menarik tangan Hyesung. Tapi, belum dua langkah Hyesung
menepisnya.
“Aku bisa
jalan sendiri,” ujarnya cemberut. Apa maunya namja itu? Kenapa harus memaksa ke
sini? Memangnya Hyesung pacarnya? Jangan-jangan Henry ingin mengunci gembok
bertuliskan nama mereka berdua? Hiiiii.... Hyesung bergidik ngeri
membayangkannya. Hyesung memandang sekelilingnya. Tidak ada yang berubah.
Sekilas semua kenangan kembali berputar di otaknya.
“Sungie-ya...”
Hyesung berdiri mematung. Itu suara Yesung.
“Sungie-ya...
Sungie-ya....” itu Yesung. Suara berat itu milik Yesung.
Di setiap
sudut, di setiap tempat, dia melihat sosok Yesung di sana. Yesung yang
tersenyum, Yesung yang melambaikan tangan, Yesung yang tertawa.
Hyesung merasakan
detak jantungnya semakin kencang hingga menembus belakangnya.
“Sungie-ya....”
Hyesung
menutup telinganya. “Berhenti memanggilku!!!”
Namun
semakin kencang dia menutup telinganya, suara itu menjadi makin jelas. Dia
berjongkok.
Plak!
Sebuah tamparan
mendarat di pipinya membuat semua bayangan itu hilang. Berganti sosok berambut
coklat yang ikut jongkok di hadapannya. Namja itu tengah mencengkeram kedua
pipinya erat-erat.
“KAU PIKIR
YESUNG AKAN TENANG MELIHATMU SEPERTI INI, EOH??” Henry tak mampu
lagi menahan emosinya.
Kenapa Hyesung yang kini di hadapannya menjadi amat rapuh? Ini kah sosok
Hyesung yang sebenarnya? Dia yang sangat ingin melupakan masa lalunya?
“Dengarkan
aku!” Henry memaksa Hyesung menatap matanya. “Walaupun aku tidak kenal dengan
oppamu itu, walaupun aku tidak tahu kenapa dia melakukan semua itu padamu, aku
percaya, jika dia melihatmu seperti ini, dia pasti kecewa pernah mencintai
yeoja aneh sepertimu!”
Rasanya
Hyesung ingin menangis. Menangis sepuasnya mendengar kata-kata Henry itu. Tapi,
air matanya seakan membatu. “Wae?” tanyanya memandang mata bermanik hitam pekat
di depannya. “Memangnya kenapa kalau dia mencintai yeoja aneh seperti...” belum
selesai kata-kata itu, tiba-tiba Henry menariknya dalam pelukan.
“Kalau mau menangis,
menangislah. Kalau mau berteriak, berteriaklah. Lakukan itu sepuasmu. Jangan di
tahan lagi. Percaya lah, dia pasti ingin kau bahagia.”
***
Hyesung
memeluk pagar pembatas di depannya. Kini mereka sedang berada di puncak ‘N
Seoul Tower’. Gemerlap lampu gedung-gedung kota menambah indahnya malam itu.
Tapi Hyesung lebih tertarik dengan gemerlap bintang di langit. Meskipun tidak
tampak, Hyesung tetap mendongkak. Tiba-tiba, rasa hangat menjalar dari
belakangnya. Hyesung berbalik.
“Kau ini! Untuk
apa ku belikan jaket mahal kalau kau tidak memakainya.” Ujar Henry. Ternyata
dia baru kembali dari mobil untuk mengambil jaket yang baru mereka beli tadi
siang. Ternyata
belanja ronde kedua mereka siang tadi Henry hanya membelikan Hyesung satu jaket
hangat, satu dress santai, satu celana, dan satu sepatu. Benar-benar irit
menurut Hyesung. Tapi Henry terlalu pelit untuk membelikannya lebih.
“Siapa suruh
tadi menarik aku dengan paksa ke sini.” Hyesung kembali pada kegiatannya yang
tertunda. Henry ikut melakukan hal yang sama seperti Hyesung.
“Untuk apa
mencari sesuatu yang tidak dapat digapai bahkan mustahil disentuh?” kata Henry
tiba-tiba. Hyesung menatap wajah Henry dengan kening yang berkerut. Henry
tersenyum ringan sambil tetap menatap pemandangan di depannya. “Lebih baik kau
mulai mencari dan menerima sesuatu yang lebih dekat dan nyata. Seperti
lampu-lampu itu.” Hyesung beralih melihat kelap-kelip lampu dibawah sana, tanpa
berniat sedikitpun menjawab atau membalas perkataan namja blasteran China-Korea-Kanada
itu .
Kini Hyesung
sadar. Selama ini dia terlalu larut dalam kesedihannya. Dia terlalu takut akan
masa lalunya yang begitu meninggalkan bekas luka yang menganga. Dia terlalu
sibuk untuk melupakan bahkan menghindari kenangan itu. Kata-kata Henry tadi
benar-benar membuat pikirannya terbuka. Kini satu demi satu kata-kata Henry
saat di mobil tadi kembali terulang di otaknya.
“Siapa yang menyuruhmu untuk melupakannya? Dia memang
sudah ada dalam pikiranmu. Sekeras apapun kau mau melupakannya, itu tidak
mungkin! Tapi setidaknya, bisa kah kau mengubah ingatan itu menjadi kenangan?
Bukan menyimpan ingatan tadi menjadi sesuatu yang menyakitkan. Dulunya juga aku
seperti itu. Tapi aku hanya menghadapinya. Dan aku sadar itu.”
Hyesung
tersenyum samar sambil berbalik melihat Henry. Di miringkan kepalanya melihat
Henry lebih detail. Tadi namja itu baru saja mengungkapkan sesuatu yang masuk
kategori aneh untuk playboy seperti dia. ”Dulunya
juga aku seperti itu. Tapi aku hanya menghadapinya. Dan aku sadar itu.” Senyum
yeoja berwajah oval itu semakin mengembang
“Henry-ya,
siapa yeoja itu?”
“Yeoja
nuguya?” tanya Henry balik tanpa mengalihkan pandangannya. Hyesung meniup
poninya kesal.
“Yeoja yang
membuatmu berkata “Dulunya juga aku
seperti itu. Tapi aku hanya menghadapinya. Dan aku sadar itu.” Siapa dia?”
tanya Hyesung. Dia mengulangi kata-kata Henry tadi.
“Eoh, dia
teman kecilku.”
“Teman
kecil? Siapa namanya?” Hyesung menopang dagu dengan telapak tangannya. Henry
memutar kepala, melihat Hyesung yang sepertinya tertarik dengan topik
pembicaraan itu. “Kenapa kau mau tahu? Apa urusannya denganmu.” Mendengar itu
otomatis Hyesung menggembungkan pipinya kesal.
“Aish. Pelit
sekali! Aku kan cuma mau tahu. Siapa sih yeoja hebat yang bisa meluluhkan hati
namja belagu sepertimu.” Hyesung melirik namja di sebelahnya. Lirikan yang
lebih sesuai di sebut ledekan. Setelah itu dia mendengarkah kekehan ringan
namja di sebelahnya itu.
Henry tampak
melihat jalan raya di bawah mereka. Sepertinya dia tidak sepenuhnya melihat
mobil-mobil yang ramai di bawah sana. Dia bisa dibilang sedang menerawang.
Menerawang sesuatu yang sudah sangat lama. Bahkan seperti sudah buram dalam
pikirannya.
“Dia Youjung.” Jawab Henry menatap mata Hyesung. Yeoja itu
mengerutkan keningnya. “Youjung? Ceritakan aku aku tentang dia.” Pinta Hyesung
penasaran. Dia beranjak dari pagar menuju meja terdekat dan mengambil posisi
duduk di situ diikuti Henry. Henry memilih kursi di sebelah Hyesung dan duduk
melipat tangannya.
“Dulu saat
umurku sekitar 8 tahun, di depan rumahku ada tetangga baru. Mereka mempunyai
anak berumur 6 tahun.”
#Flashback
“Jagi, kau
mau kemana? Di luar dingin.” tanya seorang wanita berumur empat puluhan pada
anak kecil yang sedang mengikat tali sepatunya.
“Aku mau
bermain di taman, ahjumma.” Jawab anak laki-laki yang memakai jaket biru tua di
depan pintu. “Sebentar saja, ne? Aku bosan dirumah terus.” Lanjutnya dan
langsung berlari.
“Jangan
terlalu sore, Henry!!” teriak ahjumma itu yang di balas lambaian tangan dari
anak kecil itu.
Henry kecil
berjalan ceria menuju taman di perempatan dekat rumahnya. Dia memang senang
bermain di taman itu karena di rumah dia sangat bosan. Setiap hari dia hanya di
temani pelayan bukan eomma atau appanya. Mereka selalu berada di luar negeri
dalam urusan pekerjaan. Sebulan sekali baru lah mereka pulang. Itu pun paling
lama tiga hari. Wajar saja anak kecil seperti dia bosan di rumah.
Henry tampak
kaget melihat suasana taman tidak seperti biasanya. Di sini tidak ada satupun
anak-anak atau teman-teman Henry. Biasanya di perosotan sebelah utara taman ini
di penuhi antrean anak yang ingin meluncur di sana. Henry kecilpun melangkah ke
ayunan terdekat. Dia duduk di salah satu ayunan kemudian mulai mengayunkannya
tinggi-tinggi.
Ditengah
asiknya dia berayun, tiba-tiba terdengar suara tangisan. Henry menghentikan
permainannya. Dia mencoba mempertajam pendengarannya lalu melangkah mendekati
sumber suara. Henry mendapati yeoja kecil sedang duduk memeluk sikutnya yang
berdarah.
“Ya,
gwaenchana? Kau berdarah.” Ujar Henry yang langsung berlari menghampirinya.
Sepertinya anak itu terjatuh saat meluncur dari perosotan.
“Kajja, kita
ke rumahku! Shin ahjumma pasti akan mengobatimu.” Ajak Henry. “Nan mothaeyo,
kakiku sakit untuk di gerakkan.” Jawab yeoja kecil itu.
Henry memutar
badan membelakangi anak itu lalu berjongkok. “Naik di punggungku. Aku akan
menggendongmu.” Dia menepuk punggung bagian atasnya.
Yeoja kecil
berparas imut dan memiliki pipi yang memerah itu mendongkak. “Jinjja?”
“Ayo naik,
kalau tidak nanti lukamu infeksi.” Yeoja tadi pun menuruti kata Henry.
***
“Nah,
sekarang tinggal tunggu lukanya kering!” ujar Shin ahjumma setelah menempelkan
plester di atas kain has yang menutup luka yeoja kecil yang di temui Henry di
taman tadi.
“Gamsahamnida,
ahjumma.” Anak itu sedikit membungkukkan tubuhnya. Luka yang terbuka lebar dan
terus mengalir darah tadi sudah dibersihkan oleh salah satu pelayan Henry.
“Oh ya!
Siapa namamu? Aku baru melihatmu di sini. Kau tinggal dimana?” tanya Henry.
“Aku tinggal
di seberang jalan. Kim Youjung imnida.” Jawab anak itu dengan senyum merekah.
“Oh, Henry
imnida. Senang berkenalan denganmu Youjung-ah.” Mereka pun berjabat tangan.
“Kau mau menjadi temanku kan?” lanjut Henry.
“Tentu
saja!!” balas Youjung sambil memamerkan senyum manisnya.
Sejak saat
itu, setiap hari mereka selalu bermain bersama. Sepulang sekolah, Youjung pasti
ke rumah Henry dan mereka bermain piano bersama. Henry tidak pernah lagi merasa
kesepian seperti sebelumnya. Bahkan, terkadang Henry sampai bermalam di rumah
Youjung. Mereka juga bersekolah di sekolah yang sama. Orang tua mereka juga
sudah saling kenal. Orang tua Youjung adalah pemilik perusahaan sejenis
perusahaan appa Henry. Jadi, orang tua keduanya memulai kerja sama karena
pertemuan mereka itu.
Hari terus
berganti. Bulan-bulan berjalan menjadi tahun. Tak terasa waktu semakin membuat
mereka semakin dekat dan mengubah persahabatan menjadi lebih spesial. Menjadi
rasa sayang yang melampau sahabat biasa. Henry jadi memandang Youjung sebagai
yeoja sepenuhnya. Yup! Henry menetapkan hatinya bahwa Youjung adalah yeoja
pertama yang membuatnya merasakan cinta. Cinta pertamanya.
Namun sayang,
suatu sore Youjung menemui Henry yang sedang duduk santai di pinggir kolamnya.
“Oppa, besok aku akan pindah ke luar negeri.” Yeoja berumur 10 tahun itu
berbicara dengan hati-hati.
Henry
mendongkak menatap yeoja yang merunduk itu. “Mwo? Jinjjayo? Wae?” Henry berdiri
dari duduknya.
“Orang tuaku
membuka cabang di Indonesia dan kami harus pindah di sana.” Tutur yeoja
berambut panjang dan lurus itu. Henry menggenggam tangannya. “Tapi, kau bilang
kau akan terus bersamaku. Kau tidak usah ikut yah? Kau di sini saja bersamaku.”
Henry
merasakan setetes air jatuh di tangannya. “Mianhae, oppa. Nan mothaeyo.” Ucap Youjung
lirih dan suaranya mulai serak. “Tapi, aku janji! Aku pasti kembali.”
Lanjutnya, tersenyum.
“Yaksokhae?”
tanya Henry meyakinkan. “Ne! Yaksokhae!” jawab Youjung cepat. Mereka pun saling
menautkan kelingking mereka.
#Flashback END
Hyesung
terdiam mendengar cerita pertemuan pertamanya dengan Youjung. Dia mendengarkan
dengan seksama satu per satu kata yang di keluarkan Henry dengan bertopang
dagu.
“Awalnya
kami saling mengirim surat setiap minggunya. Tapi lama kelamaan tidak ada lagi
balasan dari suratku. Sudah lima tahun berlalu, mungkin dia juga sudah
melupakan aku. Biarlah.” Tutur Henry.
“Wah~
ternyata cinta pertama Henry seperti itu. Hihihi...” Hyesung terkikik geli
mendengar Henry mengatakan ‘biarlah’ dengan pasrah. “Toh, aku juga sudah punya yeojachingu
seperti Hyesung.” Lanjut Henry mendelik nakal ke Hyesung.
“Ya! Aku
hanya yeojachingu palsumu. Jangan berpikir yang tidak-tidak!” pekik Hyesung
yang dibalas tawa Henry yang membahana(?).
Lima menit
berlalu tanpa kata dari kedua orang itu. Mereka sibuk dengan pikiran
masing-masing. Henry memandangi tiap senti wajah yeoja yang hanya berjarak
sepuluh senti darinya ini. Angis tipis berhembus membelai kulit muka Hyesung.
Membuat poni dan anak-anak rambutnya tersapu angin dengan indah.
CHU
Satu kecupan
singkat berhasil mendarat di pipi merah Hyesung. Tubuh Hyesung mendadak kaku.
Dia memegang pipinya lalu melotot ke arah Henry. “Ige mwoya?!” Hyesung
berteriak sejadi-jadinya membuat semua pengunjung melihat mereka. Henry
membelalakkan matanya kaget. Hyesung mengusap-usap pipinya. “Kenapa kau
menciumku?” Hyesung merendahkan suaranya karena malu di liat orang.
Henry
mendelik. “Aku hanya ingin berterima kasih karena kau sudah mau menemaniku
seharian.”
Mwo?? Kepala
Hyesung merosot ke meja. Sejak kapan terima kasih di ungkapkan dengan ciuman?
“Aigoo, kenapa aku harus di takdirkan serumah dengan playboy seperti dia?!”
Hyesung menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
Henry
tertawa terbahak-bahak
melihat tingkah yeoja di sampingnya ini. Terkadang sangat rapuh, terkadang
sangat lucu, dan terkadang menyeramkan. Huwahahaha... “Aduh, aduh, perutku
sampai sakit.” Keluh namja itu mengakhiri tawanya. Hyesung hanya memanyunkan
mulutnya.
“Ngomong-ngomong,
kenapa kau mengajakku ke sini? Aku kan cuma yeojachingu palsumu.” Pertanyaan
itu membuat Henry berhenti tertawa berganti senyum yang menurut Hyesung...
manis? ‘Mwo? Manis? Aigoo, sepertinya aku memang sudah mulai gila sampai
berpikir senyumnya manis.’ Pikir Hyesung dalam hati.
“Johayo.”
Jawab Henry yang langsung mendapat jitakan yang lumayan keras di kepalanya.
“Kalau bicara jangan sembarang! Nanti suka sungguhan, baru rasa kau.”
“Biar saja!
Kau cantik kok.” Kata-kata itu meluncur dengan sendirinya dari mulut Henry. Dia
sendiri tidak menduga kata itu yang akan keluar dari mulutnya.
“Aigoo.
Kenapa semua playboy di ciptakan bermulut manis, Tuhan?” Hyesung memukul-mukul
kepalanya. Bukankah dulu namja ini pernah berkata tidak menyukai yeoja yang
betisnya seperti lobak?. “Hentikan omong kosong ini. Lebih baik kita pulang
sekarang! Kajja!” ajak Hyesung sembari berdiri dari tempat duduknya.
***
Hari H tiba.
Semua siswa-siswi kelas 2 dan tiga kini tengah sibuk bersiap-siap naik panggung
satu per satu. PJS Art School pun di penuhi oleh para wartawan dari berbagai
stasiun TV untuk meliput kegiatan ujian rutin tiap 5 bulan ini. (Yah, kalau di
Dream High semacam Showcase gitu deh! Tapi, yang ini adalah ujian untuk
memperoleh nilai untuk naik ke jenjang lebih tinggi.) Gymnastium sekolah yang
besarnya menyerupai gedung opera itu kini di tata sedemikian rupa hingga
membuatnya sekejap berubah layaknya panggung konser artis papan atas. Para
siswa-siswi kelas satu juga sudah mulai memenuhi tempat duduk yang berada di
depan panggung bersama para orang tua dan wartawan.
And the show
time!
Satu per
satu peserta ujian mulai menunjukkan bakatnya. Mulai dari akting, bernyanyi,
menari, bermain alat musik, dan lain-lain. Semua tampak antusias. Penampilan
mereka begitu mengagumkan. Apa lagi ketika member-member The Cupid berada di
atas panggung. Dalam ujian ini, mereka tidak menyatu dalam satu grup melainkan
solo. Semua yeoja-yeoja tampak tidak bisa berhenti menjerit. Tidak kalah dengan
para namja, peserta ujian yeoja juga menyihir para namja untuk tidak
mengedipkan mata mereka. Terlebih saat penampilan Krystal si primadona sekolah.
Hyesung
duduk di bangku nomor 127, di sampingnya ada Jieun sahabatnya. Dia juga tak
kalah antusias seperti penonton lain karena terpancing suasana. Tapi dia
sedikit dongkol mengingat kejadian pagi tadi.
#Flashback
“Ya! Aku
tidak mau membawa styrofoam sebesar itu. Apa lagi dengan tulisan namamu! Lebih
baik ku tulis nama Donghae oppa.” Hyesung membanting bokongnya di anak tangga.
Henry menyurhnya memgan styrofoam bertuliskan ‘Fighting Henry Jagi’ untuk
mendukungnya. Sebagaimana yang selalu di lakukan para mantannya dulu setiap
Henry ujian seperti ini, atau manggung di luar.
Henry
bergelayut manja. “Ayolah, kau kan yeojachinguku.” Dia mencolek pipi yeoja itu.
Kalau saja di sini tidak banyak orang, mungkin Hyesung sudah meninju muka namja
belagu itu. Semua orang di sana melihat ke arah mereka. Ada yang sirik, ada
yang heran, dan ada yang merasa terganggu karena volume bicara Hyesung tidak
kecil.
“Annyeong,
Henry oppa!” Seorang yeoja tiba-tiba datang menghampiri mereka. Itu membuat
Henry langsung merangkul Hyesung. Hyesung menarik tubuhnya tapi gagal.
Henry
tersenyum kikuk. “A-annyeong!” balas Henry. “Oppa, aku membawakan susu hangat
untukmu. Agar kau bisa tampil lebih vit di panggung nanti.” Tutur yeoja itu centil
sambil melirik sinis pada Hyesung. Hyesung juga tidak peduli dengan yeoja itu.
Dia malah asik ngedumel tidak keruan sendiri.
Henry
mengambil susu itu dari tangan yeoja ber-name tag ‘Yoon Janghee’ itu tanpa
melepaskan rangkulannya. “Gomawo, Janghee-ya. Aku akan meminumnya.” Ujar Henry
ramah. Yeoja itu langsung menggenggam tangannya sendiri di bawah dagu. “Ah,
Henry oppa tahu namaku?” tanya yeoja itu riang Henry mengetahui namanya.
Hyesung
mendengus. “Tentu saja. Namamu tertulis jelas di situ.” Hyesung menunjuk name
tag yeoja itu. “Ah, benar sekali! Hahaha.” Hyesung memutar-mutar bola matanya
karena kesal mendengar jawaban kelewat centil itu.
Henry
mengelus kepala Hyesung. “Jagi, kau kasar sekali pada adik ini.” Kata Henry sok
mesra. Mendengarnya, Hyesung langsung pura-pura ingin muntah.
Janghee
melihat styrofoam kuning tergeletak di dekat kaki Hyesung lalu mengambilnya
kemuadian membacanya. “Hyaa~ Hyesung eonni romantis sekali.” Puji yeoja itu sok
akrab. Hyesung sendiri juga tahu yeoja itu tidak tulus melainkan cemburu.
Hyesung
mendelik. “Ha? Yang benar saja! Itu bukan bu.. hemmp” Henry langsung menutup
mulut Hyesung sebelum mulutnya itu membuat kekacauan. “Cepat bilang kalau itu
memang kau yang membuatnya.” Bisik Henry ke telinga Hyesung. Janghye yang
berada di depan mereka hanya menatap mereka bingung.
Hyesung
menarik napas yang banyak begitu dia melepas paksa tangan Henry dari mulutnya.
“Geurae, itu milikku. Aku membuatnya untuk menyemangati Henry saat di panggung
sebentar.” Jawab Hyesung terpaksa. Padahal, styrofoam itu di buat sendiri oleh
Henry. Entah setan dari mana yang memberikannya ide menjijikkan itu – pikir Hyesung -.
Yeoja itu
tampak kesal terus berdiri di sana. “Eoh, kalau begitu aku pergi dulu, oppa.
Semangat untuk ujianmu!” pekik yeoja itu sambil mengepalkan tangannya di depan
wajah.
Begitu
melihat anak tadi agak jauh, Hyesung langsung cepat-cepat melepas rangkulan
namja itu dengan kasar. “Ya! Kau bukan hanya belagu tapi sangat menyebalkan!”
bisik yeoja itu. Kini mereka saling bisik-bisikan agar tidak mengundang curiga
orang di sekitar mereka.
Bukannya
minta maaf, Henry hanya memasang senyum tidak mengerti apa-apa di wajahnya. Itu
membuat Hyesung mencubit pinggangnya.
#Flashback END
Riuh
penonton semakin menjadi-jadi ketika mendengar MC meneriakkan nama Henry Lau.
Profil serta foto Henry terpajang di layar besar pada bagian latar belakang
panggung. Foto-foto yang menunjukkan betapa kerennya Henry. Bahkan Hyesung pun
sampai terpanah dengan foto-foto yang menampilkan berbagai macam ekspresi Henry
itu. Foto-foto itu mengisyaratkan bahwa peserta didik yang bersangkutan juga
mampu menjadi model. Bukan hanya Henry yang pembukaan penampilannya seperti
ini, tapi semua peserta ujian.
Setelah foto
terakhir di tunjukkan, tirai tertutup dan semenit kemudian terbuka lagi.
Terdapat grand piano hitam di tengah-tengah panggung dengan Henry yang
menggunakan jaket kuning bercorak hitam yang sama dengan yang sama dengan
celana setinggi lututnya. Selain itu, dia menggunakan t-shirt dalaman berwarna
hitam, sepatu dan kaus kaki putih menutupi seluruh kakinya, dan sapu tangan
putih yang sengaja di sangkutkan di saku bagian belakang celananya. Rambutnya
yang di cat coklat keemasan di tutupi hoodie jaketnya. Semua itu adalah pakaian
yang di pilihkan Hyesung sewaktu berbelanja tempo hari. Tidak di sengaja
Hyesung tersenyum melihat namja itu membungkuk pada penonton.
Henry
memutar tubuhnya mendekati grand piano itu. Ditatapnya tuts-tuts hitam putih
itu, kemudian mulai menarikan jari-jari lentiknya di atasnya. Nada-nada yang
dikeluarkan lumayan keras, cepat, dan seolah mencurahkan emosinya. Beberapa
sekon berlalu, dentuman musik yang lain mulai terdengar. Henry menggoyangkan
bahunya seiring irama.
“Oo woo... o
uwo... u yeah...” Henry mulai bernyanyi. Dia berdiri dan menaiki kursi yang di
dudukunya tadi dan naik lagi ke atas pianonya. Opening itu membuat semuanya
berdecak kagum.
Dia mulai
bernyanyi dan menatap semua penonton dengan penuh keyakinan. “Umjigil su eopseo
wae. Naneun mugyeowojyo gakhimanhae...” semua yeoja di sana termasuk Jieun di
samping Hyesung berdiri mengaguminya. Kecuali Hyesung, yeoja itu hanya duduk
memegang styrofoamnya yang terbalik.
Namja yang
di perhatikan semua orang itu melompat dari atas piano. “Naege dakoshipheundae.
Geumsu geokhomhani eodum soge. Jakku gana hajin gatheun gose. Geu gose.
Yeah...” dia menari seiring irama.
Hyesung
tidak bisa memungkiri bahwa suara Henry memang indah. Lirik yang dinyanyikan
namja itu di resapinya dalam-dalam. Alur lagu ini semakin lama semakin
menunjukkan bahwa ini menyangkut dia. Menyangkut Hyesung yang terperangkap
dalam masa lalunya. Hyesung sadar itu.
Namun, ada
satu kenyataan yang di lupakan Hyesung selama ini. Sehari sebelum kepergian
orang tuanya ke Kanada, mereka bertengkar.
#Flashback
-Gwangju, 8.15 PM KST
Malam itu
suara kencang appanya pertama kali terdengar. Eommanya tak mampu lagi
berbicara, hanya menangis. Hyesung tidak tahu apa sebenarnya yang terjadi
hingga appanya semarah itu pada eommanya. Hyesung yang ketakutan hanya mampu
memeluk saudaranya kuat-kuat. Mereka bersembunyi dalam kamar Oppanya.
PRANGGG!!!
Bunyi benda
terbuat dari kaca sengaja di banting di susul teriakkan eomma Hyesung.
“Geojitmal! Selama ini aku sangat mempercayaimu. Arra!” spertinya amarah tuan
Kim tak dapat di bendung lagi.
Namja paruh
baya itu bertolak pinggang di hadapan seorang ibu yang meringkuk di kaki
ranjang. “Besok kita akan menyusul namja brengsek itu di sana.” Nada bicara
tuan Kim merendah. Nyonya Kim mendongkakan kepalanya menatap namja yang sedang
naik pitam itu.
***
Semua
anggota keluarga sudah berkumpul di meja makan untuk sarapan. Termasuk Hyesung
dan Yesung. Keduanya masih terlihat enggan mengangkat kepala untuk melihat
wajah kedua orang tua mereka. Tuan dan Nyonya Kim juga tidak bersikap seperti
biasa. Mereka hanya diam, suasana meja makan yang biasanya ramai oleh candaan
keluarga itu kini menjadi hening. Terlihat lingkaran hitam dan bengkak di kedua
mata eomma mereka. Sepertinya yeoja paruh baya itu menangis dan tidak tidur
semalaman.
Hingga
kepala keluarga pun mengeluarkan kata pertama di pagi itu. “Joheun achim,
semua. Hari ini eomma dan appa akan ke luar negeri. Kami ke Kanada” Hyesung dan
Yesung spontan melihat namja yang mereka panggil appa itu.
“Waeyo?
Apakah karena aku kalian bertengkar semalam? Aku tidak akan nakal lagi.
Yaksokhaeyo” ujar namja muda berwajah tirus itu.
Nyonya Kim
menggenggam tangan kecil anak sulungnya itu. “Aniyo, jagi. Amma dan Appa ada
urusan bisnis di sana. Semuanya tidak ada sangkut pautnya dengan keributan
semalam. Semalam kami hanya salah paham karena perjalanan ini.” Eommanya
menyunggingkan senyuman tulus di akhir katanya. Suaranya terdengar sangat
lirih.
Sang appa
menarik napasnya panjang. “Jadi, kalian jaga diri baik-baik sebelum eomma dan
appa pulang, ne? Yesung, jaga adikmu.” Tuturnya sambil melihat satu persatu
anak-anaknya.
“Ne, appa.”
Jawab Yesung.
#Flashback END
Hyesung
menarik napas panjang dan mngembuskannya sekaligus. Hari itu mereka memang
tampak sangat serius mengatakan bahwa itu adalah perjalanan bisnis dan Hyesung
percaya itu.
Hyesung
terus melamun hingga dia tak menyadari bahwa penampilan Henry sudah lama
berlalu. Riuh penonton semakin menjadi-jadi. Hyesung bingung dengan apa yang
terjadi, karena Jieun di sampingnya mulai mengguncang-guncang pundaknya.
Kesadarannya mulai kembali dan dia melihat ke arah panggung. ‘Dimana Henry?’
bisiknya dalam hati.
“Hyesung-ah,
lihat di sampingmu.” Perintah Jieun. Hyesung pun berbalik.
Hyesung
sangat terkejut begitu melihat orang yang di maksud Jieun tadi adalah...
“Donghae oppa?” yeoja itu mengerutkan keningnya bingung mengapa namja itu sudah
berada di sampingnya menyodorkan karangan bunga yang sangat indah.
TBC
__________…..~~ooOoo~~…..__________
Leganya~ ini
adalah rekor pertamaku. Membuat dua chapter dalam 4 hari! Huwahaha....
Readerdeul, gimana menurut kalian tentang chapter ini? Haha... di chapter ini,
author sengaja membuat para castnya saling mengenal masa lalu satu sama lain.
Makanya jadi gini! Kkkkkk.... mian yah kalau chapter ini gak seperti yang
kalian harapkan, kaku, gak ada feel, atau pengen muntah. Gak papa kok!
Oh ya!
Author kasih bocoran. Di chapter selanjutnya author akan menghidupkan para
cast-cast yang tidak aktif. #Jiahhh
Buat Cucuku,
mudah-mudahan kamu suka yah! Dan mungkin, chapter selanjutnya FF ini akan lama di
posting karena author lagi sibuk buat UN. Mungkin aku bakal mulai menulis lagi kalau dah selesai
semua-muanya. Alias udah jadi mahasiswa! Hahaha~ gak ding, gue bejanda!
Pokoknya readerdeul tungguin
yah ^_^
Papai~
#BowWithKyu