Rabu, 29 Januari 2014

[FF] I’ll Be Your Star (Chapter 4)

PJS Entertainment
Present
__________..~~ooOoo~~..__________

Title      : I’ll Be Your Star (Chapter 4)

Author : Park Jiseon a.k.a Veny Sugandhi (@Veny_Oodl3) *follow ne XD

Cast      :
-          Henry Lau (Super Junior M)
-          Sun Hyesung (OC)
-          Yesung (Super Junior)
-          Donghae (Super Junior)
-          Chanyeol (EXO-K)
-          Park Jieun (OC)
-          Kim Youjung (Dong Yi)
-          And other

Length  : Chaptered

Rating  : PG-15

Genre                 : Romantic

~~Di larang keras menyalin dan memposting ulang FF ini untuk kepentingan pribadi atau blog. Itu namanya PLAGIAT dan plagiat pantesnya di buang ke JAM BAND~~

Recommended Song : Henry – Trap

Warning            : Typo bertebaran dimana-mana!! Jika tidak berhati-hati anda akan tertular virusnya (?)

__________..~~ooOoo~~..__________
Summary          :

“Aku seekor burung yang ditinggalkan didalam sangkar kecil yang disebut dirimu.
Aku bahkan tak bisa terbang jauh.
Aku semakin lemah dalam dirimu. Di dalam cinta ini yang selalu tetap hidup.
Oh aku terjebak, aku terperangkap”
# Henry – Trap #

__________..~~ooOoo~~..__________


Sebelumnya…

“Henry-ya!” panggilnya lagi. Tapi kali ini sambil melepas topi yang sedang Henry coba. “Kau ingin kita bertengkar di sini?”

“Geurae, sekarang kita cari makan! Oke?” jawab Henry lalu meletakkan topi itu kembali dan menarik tangan Hyesung keluar dari toko itu.

“Ya, bantu aku memegang barang-barang ini.” Hyesung menendang-nendang tas-tas belanjaan Henry yang di pegangnya. Henry tersenyum dan mengambil tiga tas dari tangan Hyesung.

“Ya, kau hanya mengambil tiga?” Hyesung berhenti melangkah. “Aiss, kau terlalu banyak mengeluh! Mau makan tidak?” jawab Henry ketus membuat Hyesung hanya memanyunkan bibirnya dan menyeret kakinya mengikuti arah Henry.

TBC

__________..~~ooOoo~~..__________

“Huwahh…. Perutku serasa akan meledak.” Gumam Hyesung sambil memegang perutnya yang kekenyangan. Mereka baru saja selesai makan di restaurant terdekat. Henry yang berjalan disampingnya hanya tersenyum geli melihat tingkah yeoja itu. Mereka masih dalam kawasan jalan Garosoo. Kini mereka sedang berjalan di depan barisan toko-toko yang menjual berbagai macam benda.

“Setelah ini kita ke mana? Jangan belanja lagi, ne!” Tanya Hyesung sambil memegang lengan namja itu dengan bunyi tas-tas belanjaan yang dipegangnya.

“Sepertinya kau senang sekali. Bukannya tadi kau sangat kesal?” goda Henry pada Hyesung. Yeoja itu melepaskan tangan Henry. Dia berhenti berjalan. “Itu karena aku lapar dan kau tidak membiarkan aku istirahat. Aku hanya terus mengekorimu ber jam-jam sambil membawa belanjaanmu. Seperti pembantu!” omel Hyesung. Dia memberi penekanan pada kata pembantu.

Henry memutar badan mendekati yeoja berambut hitam itu. “Hehe... geurae! Sekarang kita belanja lagi.” Perkataan Henry sukses membuat Hyesung membanting tas-tas ditangannya. “Mwo? Shireo, aku lelah! Aku mau pulang saja.”

“Eits!! Andwae, sekarang kita belanja untukmu. Oke?” Hyesung tampak berpikir sejenak.

“Oke!” jawabnya singkat.

“Aih, kau ini!” dengus Henry yang dibalas cengiran Hyesung. “Angkat lagi tas-tas itu!” lanjutnya. Dengan terpaksa, Hyesung mengangkat lagi belanjaan-belanjaan itu satu per satu.

‘Aigoo, kenapa aku harus mendapatkan saudara angkat seperti Henry?’ jerit Hyesung dalam hati di tengah langkahnya mengekori Henry. Namja itu berjalan dua langkah di depannya. Sejurus kemudian, Henry tiba-tiba berhenti. Dia memandangi seluruh isi toko berdinding kaca di sebelah kirinya lalu memutar badan melihat Hyesung. “Kita coba masuk di sini.” Seru Henry dan langsung masuk toko bernuansa merah marun itu.


***


Hyesung memasang sabuk pengamannya lalu menyandarkan punggungnya yang serasa mau lepas dari tempatnya. Lehernya terasa kaku karena tangannya yang memegang beban berat selama berjam-jam. Kini dia dan Henry sudah berada dalam mobil untuk pulang. Jam di dashboard mobil sudah menunjukkan pukul 6 sore.

“Kita pulang, kan?” tanya Hyesung lemah.

“Ani. Kita ke Namsan Tower dulu, baru pulang! Aku sudah lama tidak ke sana.” jawaban Henry itu sukses membuat Hyesung kaku. Matanya yang tadi terlihat sayu berubah membesar. Henry bergidik ngeri melihat perubahan Hyesung itu. “Shireo! Aku tidak mau ke tempat itu lagi.”

“Wae? Bukannya itu tempat yang bagus.”

“Tidak! Aku benci tempat itu.”

“Aku mau ke sana!” Henry lalu mengidupkan mesin.

“Andwae!”

“Aku tetap mau pergi.”

“Ya! Kau kan bisa pergi dengan orang lain ke sana.”

“Memangnya ada apa dengan tempat itu? Semua orang menyukainya.” Henry tidak habis pikir kenapa ada yeoja keras kepala seperti ini.

Hyesung berbalik menatap jendela di sebelah kirinya dan masih menyandarkan kepalanya. “Tempat itu mengingatkan aku pada Yesung oppa. Kami pernah memasang gembok cinta kami di sana.” Sebenarnya Henry sudah tahu jawaban apa yang akan keluar dari mulut Hyesung dengan tingkah seperti itu.

Henry mendengus. “Ya... mau sampai kapan kau seperti ini?” tanya Henry. “Mau sampai kapan kau akan terus menghindar?”

“Mwo?” Hyesung mendelik. “Apanya yang menghindar?”

“Sampai kapan kau mau menghindari bayangan Yesung?” Henry memiringkan posisinya untuk menatap Hyesung. “Dari pada sibuk menghindar, lebih baik kau hadapi!”

Hyesung mendengus. Bisa-bisanya namja itu menceramahinya panjang-lebar. “Memangnya kenapa? Apa untungnya bagimu kalau aku tidak bisa melupakannya?” Hyesung berbalik menatap namja itu tajam.

Henry menaikkan sebelah alisnya. “Siapa yang menyuruhmu untuk melupakannya? Dia memang sudah ada dalam pikiranmu. Sekeras apapun kau mau melupakannya, itu tidak mungkin! Tapi setidaknya, bisa kah kau mengubah ingatan itu menjadi kenangan? Bukan menyimpan ingatan tadi menjadi sesuatu yang menyakitkan. Dulunya juga aku seperti itu. Tapi aku hanya menghadapinya. Dan aku sadar itu.” Henry menghentikan omongannya lalu membenturkan kepalanya pada sandaran bangku.


***


Hyesung melangkah ragu. Memandang keseluruhan taman ini dengan perasaan takut. Sedikit rasa rindu menyelubungi hatinya. Terakhir kali ke sini dua tahun yang lalu. Saat Yesung masih ada. Pemandangan tower tinggi menjulang di depannya membuat jantungnya berdetak tidak karuan.

“Sungie-ya, yeogiga!” Yesung memanggilnya. Dia menggenggam tangan Hyesung dan merangkulnya. “Hari ini kita akan mengunci gembok di atas sana. Oke?”

“Kajja, kita ke atas!” Henry menarik tangan Hyesung. Tapi, belum dua langkah Hyesung menepisnya.

“Aku bisa jalan sendiri,” ujarnya cemberut. Apa maunya namja itu? Kenapa harus memaksa ke sini? Memangnya Hyesung pacarnya? Jangan-jangan Henry ingin mengunci gembok bertuliskan nama mereka berdua? Hiiiii.... Hyesung bergidik ngeri membayangkannya. Hyesung memandang sekelilingnya. Tidak ada yang berubah. Sekilas semua kenangan kembali berputar di otaknya.

“Sungie-ya...” Hyesung berdiri mematung. Itu suara Yesung.

“Sungie-ya... Sungie-ya....” itu Yesung. Suara berat itu milik Yesung.

Di setiap sudut, di setiap tempat, dia melihat sosok Yesung di sana. Yesung yang tersenyum, Yesung yang melambaikan tangan, Yesung yang tertawa.

Hyesung merasakan detak jantungnya semakin kencang hingga menembus belakangnya.

“Sungie-ya....”

Hyesung menutup telinganya. “Berhenti memanggilku!!!”

Namun semakin kencang dia menutup telinganya, suara itu menjadi makin jelas. Dia berjongkok.

Plak!

Sebuah tamparan mendarat di pipinya membuat semua bayangan itu hilang. Berganti sosok berambut coklat yang ikut jongkok di hadapannya. Namja itu tengah mencengkeram kedua pipinya erat-erat.

“KAU PIKIR YESUNG AKAN TENANG MELIHATMU SEPERTI INI, EOH??” Henry tak mampu lagi menahan emosinya. Kenapa Hyesung yang kini di hadapannya menjadi amat rapuh? Ini kah sosok Hyesung yang sebenarnya? Dia yang sangat ingin melupakan masa lalunya?

“Dengarkan aku!” Henry memaksa Hyesung menatap matanya. “Walaupun aku tidak kenal dengan oppamu itu, walaupun aku tidak tahu kenapa dia melakukan semua itu padamu, aku percaya, jika dia melihatmu seperti ini, dia pasti kecewa pernah mencintai yeoja aneh sepertimu!”

Rasanya Hyesung ingin menangis. Menangis sepuasnya mendengar kata-kata Henry itu. Tapi, air matanya seakan membatu. “Wae?” tanyanya memandang mata bermanik hitam pekat di depannya. “Memangnya kenapa kalau dia mencintai yeoja aneh seperti...” belum selesai kata-kata itu, tiba-tiba Henry menariknya dalam pelukan.

“Kalau mau menangis, menangislah. Kalau mau berteriak, berteriaklah. Lakukan itu sepuasmu. Jangan di tahan lagi. Percaya lah, dia pasti ingin kau bahagia.”


***


Hyesung memeluk pagar pembatas di depannya. Kini mereka sedang berada di puncak ‘N Seoul Tower’. Gemerlap lampu gedung-gedung kota menambah indahnya malam itu. Tapi Hyesung lebih tertarik dengan gemerlap bintang di langit. Meskipun tidak tampak, Hyesung tetap mendongkak. Tiba-tiba, rasa hangat menjalar dari belakangnya. Hyesung berbalik.

“Kau ini! Untuk apa ku belikan jaket mahal kalau kau tidak memakainya.” Ujar Henry. Ternyata dia baru kembali dari mobil untuk mengambil jaket yang baru mereka beli tadi siang. Ternyata belanja ronde kedua mereka siang tadi Henry hanya membelikan Hyesung satu jaket hangat, satu dress santai, satu celana, dan satu sepatu. Benar-benar irit menurut Hyesung. Tapi Henry terlalu pelit untuk membelikannya lebih.

“Siapa suruh tadi menarik aku dengan paksa ke sini.” Hyesung kembali pada kegiatannya yang tertunda. Henry ikut melakukan hal yang sama seperti Hyesung.

“Untuk apa mencari sesuatu yang tidak dapat digapai bahkan mustahil disentuh?” kata Henry tiba-tiba. Hyesung menatap wajah Henry dengan kening yang berkerut. Henry tersenyum ringan sambil tetap menatap pemandangan di depannya. “Lebih baik kau mulai mencari dan menerima sesuatu yang lebih dekat dan nyata. Seperti lampu-lampu itu.” Hyesung beralih melihat kelap-kelip lampu dibawah sana, tanpa berniat sedikitpun menjawab atau membalas perkataan namja blasteran China-Korea-Kanada itu .

Kini Hyesung sadar. Selama ini dia terlalu larut dalam kesedihannya. Dia terlalu takut akan masa lalunya yang begitu meninggalkan bekas luka yang menganga. Dia terlalu sibuk untuk melupakan bahkan menghindari kenangan itu. Kata-kata Henry tadi benar-benar membuat pikirannya terbuka. Kini satu demi satu kata-kata Henry saat di mobil tadi kembali terulang di otaknya.

“Siapa yang menyuruhmu untuk melupakannya? Dia memang sudah ada dalam pikiranmu. Sekeras apapun kau mau melupakannya, itu tidak mungkin! Tapi setidaknya, bisa kah kau mengubah ingatan itu menjadi kenangan? Bukan menyimpan ingatan tadi menjadi sesuatu yang menyakitkan. Dulunya juga aku seperti itu. Tapi aku hanya menghadapinya. Dan aku sadar itu.”

Hyesung tersenyum samar sambil berbalik melihat Henry. Di miringkan kepalanya melihat Henry lebih detail. Tadi namja itu baru saja mengungkapkan sesuatu yang masuk kategori aneh untuk playboy seperti dia. ”Dulunya juga aku seperti itu. Tapi aku hanya menghadapinya. Dan aku sadar itu.” Senyum yeoja berwajah oval itu semakin mengembang

“Henry-ya, siapa yeoja itu?”

“Yeoja nuguya?” tanya Henry balik tanpa mengalihkan pandangannya. Hyesung meniup poninya kesal.

“Yeoja yang membuatmu berkata “Dulunya juga aku seperti itu. Tapi aku hanya menghadapinya. Dan aku sadar itu.” Siapa dia?” tanya Hyesung. Dia mengulangi kata-kata Henry tadi.

“Eoh, dia teman kecilku.”

“Teman kecil? Siapa namanya?” Hyesung menopang dagu dengan telapak tangannya. Henry memutar kepala, melihat Hyesung yang sepertinya tertarik dengan topik pembicaraan itu. “Kenapa kau mau tahu? Apa urusannya denganmu.” Mendengar itu otomatis Hyesung menggembungkan pipinya kesal.

“Aish. Pelit sekali! Aku kan cuma mau tahu. Siapa sih yeoja hebat yang bisa meluluhkan hati namja belagu sepertimu.” Hyesung melirik namja di sebelahnya. Lirikan yang lebih sesuai di sebut ledekan. Setelah itu dia mendengarkah kekehan ringan namja di sebelahnya itu.

Henry tampak melihat jalan raya di bawah mereka. Sepertinya dia tidak sepenuhnya melihat mobil-mobil yang ramai di bawah sana. Dia bisa dibilang sedang menerawang. Menerawang sesuatu yang sudah sangat lama. Bahkan seperti sudah buram dalam pikirannya.

“Dia Youjung.” Jawab Henry menatap mata Hyesung. Yeoja itu mengerutkan keningnya. “Youjung? Ceritakan aku aku tentang dia.” Pinta Hyesung penasaran. Dia beranjak dari pagar menuju meja terdekat dan mengambil posisi duduk di situ diikuti Henry. Henry memilih kursi di sebelah Hyesung dan duduk melipat tangannya.

“Dulu saat umurku sekitar 8 tahun, di depan rumahku ada tetangga baru. Mereka mempunyai anak berumur 6 tahun.”

#Flashback

“Jagi, kau mau kemana? Di luar dingin.” tanya seorang wanita berumur empat puluhan pada anak kecil yang sedang mengikat tali sepatunya.

“Aku mau bermain di taman, ahjumma.” Jawab anak laki-laki yang memakai jaket biru tua di depan pintu. “Sebentar saja, ne? Aku bosan dirumah terus.” Lanjutnya dan langsung berlari.

“Jangan terlalu sore, Henry!!” teriak ahjumma itu yang di balas lambaian tangan dari anak kecil itu.

Henry kecil berjalan ceria menuju taman di perempatan dekat rumahnya. Dia memang senang bermain di taman itu karena di rumah dia sangat bosan. Setiap hari dia hanya di temani pelayan bukan eomma atau appanya. Mereka selalu berada di luar negeri dalam urusan pekerjaan. Sebulan sekali baru lah mereka pulang. Itu pun paling lama tiga hari. Wajar saja anak kecil seperti dia bosan di rumah.

Henry tampak kaget melihat suasana taman tidak seperti biasanya. Di sini tidak ada satupun anak-anak atau teman-teman Henry. Biasanya di perosotan sebelah utara taman ini di penuhi antrean anak yang ingin meluncur di sana. Henry kecilpun melangkah ke ayunan terdekat. Dia duduk di salah satu ayunan kemudian mulai mengayunkannya tinggi-tinggi.

Ditengah asiknya dia berayun, tiba-tiba terdengar suara tangisan. Henry menghentikan permainannya. Dia mencoba mempertajam pendengarannya lalu melangkah mendekati sumber suara. Henry mendapati yeoja kecil sedang duduk memeluk sikutnya yang berdarah.

“Ya, gwaenchana? Kau berdarah.” Ujar Henry yang langsung berlari menghampirinya. Sepertinya anak itu terjatuh saat meluncur dari perosotan.

“Kajja, kita ke rumahku! Shin ahjumma pasti akan mengobatimu.” Ajak Henry. “Nan mothaeyo, kakiku sakit untuk di gerakkan.” Jawab yeoja kecil itu.

Henry memutar badan membelakangi anak itu lalu berjongkok. “Naik di punggungku. Aku akan menggendongmu.” Dia menepuk punggung bagian atasnya.

Yeoja kecil berparas imut dan memiliki pipi yang memerah itu mendongkak. “Jinjja?”

“Ayo naik, kalau tidak nanti lukamu infeksi.” Yeoja tadi pun menuruti kata Henry.

***

“Nah, sekarang tinggal tunggu lukanya kering!” ujar Shin ahjumma setelah menempelkan plester di atas kain has yang menutup luka yeoja kecil yang di temui Henry di taman tadi.

“Gamsahamnida, ahjumma.” Anak itu sedikit membungkukkan tubuhnya. Luka yang terbuka lebar dan terus mengalir darah tadi sudah dibersihkan oleh salah satu pelayan Henry.

“Oh ya! Siapa namamu? Aku baru melihatmu di sini. Kau tinggal dimana?” tanya Henry.

“Aku tinggal di seberang jalan. Kim Youjung imnida.” Jawab anak itu dengan senyum merekah.

“Oh, Henry imnida. Senang berkenalan denganmu Youjung-ah.” Mereka pun berjabat tangan. “Kau mau menjadi temanku kan?” lanjut Henry.

“Tentu saja!!” balas Youjung sambil memamerkan senyum manisnya.

Sejak saat itu, setiap hari mereka selalu bermain bersama. Sepulang sekolah, Youjung pasti ke rumah Henry dan mereka bermain piano bersama. Henry tidak pernah lagi merasa kesepian seperti sebelumnya. Bahkan, terkadang Henry sampai bermalam di rumah Youjung. Mereka juga bersekolah di sekolah yang sama. Orang tua mereka juga sudah saling kenal. Orang tua Youjung adalah pemilik perusahaan sejenis perusahaan appa Henry. Jadi, orang tua keduanya memulai kerja sama karena pertemuan mereka itu.

Hari terus berganti. Bulan-bulan berjalan menjadi tahun. Tak terasa waktu semakin membuat mereka semakin dekat dan mengubah persahabatan menjadi lebih spesial. Menjadi rasa sayang yang melampau sahabat biasa. Henry jadi memandang Youjung sebagai yeoja sepenuhnya. Yup! Henry menetapkan hatinya bahwa Youjung adalah yeoja pertama yang membuatnya merasakan cinta. Cinta pertamanya.

Namun sayang, suatu sore Youjung menemui Henry yang sedang duduk santai di pinggir kolamnya. “Oppa, besok aku akan pindah ke luar negeri.” Yeoja berumur 10 tahun itu berbicara dengan hati-hati.

Henry mendongkak menatap yeoja yang merunduk itu. “Mwo? Jinjjayo? Wae?” Henry berdiri dari duduknya.

“Orang tuaku membuka cabang di Indonesia dan kami harus pindah di sana.” Tutur yeoja berambut panjang dan lurus itu. Henry menggenggam tangannya. “Tapi, kau bilang kau akan terus bersamaku. Kau tidak usah ikut yah? Kau di sini saja bersamaku.”

Henry merasakan setetes air jatuh di tangannya. “Mianhae, oppa. Nan mothaeyo.” Ucap Youjung lirih dan suaranya mulai serak. “Tapi, aku janji! Aku pasti kembali.” Lanjutnya, tersenyum.

“Yaksokhae?” tanya Henry meyakinkan. “Ne! Yaksokhae!” jawab Youjung cepat. Mereka pun saling menautkan kelingking mereka.

#Flashback END

Hyesung terdiam mendengar cerita pertemuan pertamanya dengan Youjung. Dia mendengarkan dengan seksama satu per satu kata yang di keluarkan Henry dengan bertopang dagu.

“Awalnya kami saling mengirim surat setiap minggunya. Tapi lama kelamaan tidak ada lagi balasan dari suratku. Sudah lima tahun berlalu, mungkin dia juga sudah melupakan aku. Biarlah.” Tutur Henry.

“Wah~ ternyata cinta pertama Henry seperti itu. Hihihi...” Hyesung terkikik geli mendengar Henry mengatakan ‘biarlah’ dengan pasrah. “Toh, aku juga sudah punya yeojachingu seperti Hyesung.” Lanjut Henry mendelik nakal ke Hyesung.

“Ya! Aku hanya yeojachingu palsumu. Jangan berpikir yang tidak-tidak!” pekik Hyesung yang dibalas tawa Henry yang membahana(?).

Lima menit berlalu tanpa kata dari kedua orang itu. Mereka sibuk dengan pikiran masing-masing. Henry memandangi tiap senti wajah yeoja yang hanya berjarak sepuluh senti darinya ini. Angis tipis berhembus membelai kulit muka Hyesung. Membuat poni dan anak-anak rambutnya tersapu angin dengan indah.

CHU

Satu kecupan singkat berhasil mendarat di pipi merah Hyesung. Tubuh Hyesung mendadak kaku. Dia memegang pipinya lalu melotot ke arah Henry. “Ige mwoya?!” Hyesung berteriak sejadi-jadinya membuat semua pengunjung melihat mereka. Henry membelalakkan matanya kaget. Hyesung mengusap-usap pipinya. “Kenapa kau menciumku?” Hyesung merendahkan suaranya karena malu di liat orang.

Henry mendelik. “Aku hanya ingin berterima kasih karena kau sudah mau menemaniku seharian.”

Mwo?? Kepala Hyesung merosot ke meja. Sejak kapan terima kasih di ungkapkan dengan ciuman? “Aigoo, kenapa aku harus di takdirkan serumah dengan playboy seperti dia?!” Hyesung menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

Henry tertawa terbahak-bahak melihat tingkah yeoja di sampingnya ini. Terkadang sangat rapuh, terkadang sangat lucu, dan terkadang menyeramkan. Huwahahaha... “Aduh, aduh, perutku sampai sakit.” Keluh namja itu mengakhiri tawanya. Hyesung hanya memanyunkan mulutnya.

“Ngomong-ngomong, kenapa kau mengajakku ke sini? Aku kan cuma yeojachingu palsumu.” Pertanyaan itu membuat Henry berhenti tertawa berganti senyum yang menurut Hyesung... manis? ‘Mwo? Manis? Aigoo, sepertinya aku memang sudah mulai gila sampai berpikir senyumnya manis.’ Pikir Hyesung dalam hati.

“Johayo.” Jawab Henry yang langsung mendapat jitakan yang lumayan keras di kepalanya. “Kalau bicara jangan sembarang! Nanti suka sungguhan, baru rasa kau.”

“Biar saja! Kau cantik kok.” Kata-kata itu meluncur dengan sendirinya dari mulut Henry. Dia sendiri tidak menduga kata itu yang akan keluar dari mulutnya.

“Aigoo. Kenapa semua playboy di ciptakan bermulut manis, Tuhan?” Hyesung memukul-mukul kepalanya. Bukankah dulu namja ini pernah berkata tidak menyukai yeoja yang betisnya seperti lobak?. “Hentikan omong kosong ini. Lebih baik kita pulang sekarang! Kajja!” ajak Hyesung sembari berdiri dari tempat duduknya.


***


Hari H tiba. Semua siswa-siswi kelas 2 dan tiga kini tengah sibuk bersiap-siap naik panggung satu per satu. PJS Art School pun di penuhi oleh para wartawan dari berbagai stasiun TV untuk meliput kegiatan ujian rutin tiap 5 bulan ini. (Yah, kalau di Dream High semacam Showcase gitu deh! Tapi, yang ini adalah ujian untuk memperoleh nilai untuk naik ke jenjang lebih tinggi.) Gymnastium sekolah yang besarnya menyerupai gedung opera itu kini di tata sedemikian rupa hingga membuatnya sekejap berubah layaknya panggung konser artis papan atas. Para siswa-siswi kelas satu juga sudah mulai memenuhi tempat duduk yang berada di depan panggung bersama para orang tua dan wartawan.

And the show time!

Satu per satu peserta ujian mulai menunjukkan bakatnya. Mulai dari akting, bernyanyi, menari, bermain alat musik, dan lain-lain. Semua tampak antusias. Penampilan mereka begitu mengagumkan. Apa lagi ketika member-member The Cupid berada di atas panggung. Dalam ujian ini, mereka tidak menyatu dalam satu grup melainkan solo. Semua yeoja-yeoja tampak tidak bisa berhenti menjerit. Tidak kalah dengan para namja, peserta ujian yeoja juga menyihir para namja untuk tidak mengedipkan mata mereka. Terlebih saat penampilan Krystal si primadona sekolah.

Hyesung duduk di bangku nomor 127, di sampingnya ada Jieun sahabatnya. Dia juga tak kalah antusias seperti penonton lain karena terpancing suasana. Tapi dia sedikit dongkol mengingat kejadian pagi tadi.

#Flashback

“Ya! Aku tidak mau membawa styrofoam sebesar itu. Apa lagi dengan tulisan namamu! Lebih baik ku tulis nama Donghae oppa.” Hyesung membanting bokongnya di anak tangga. Henry menyurhnya memgan styrofoam bertuliskan ‘Fighting Henry Jagi’ untuk mendukungnya. Sebagaimana yang selalu di lakukan para mantannya dulu setiap Henry ujian seperti ini, atau manggung di luar.

Henry bergelayut manja. “Ayolah, kau kan yeojachinguku.” Dia mencolek pipi yeoja itu. Kalau saja di sini tidak banyak orang, mungkin Hyesung sudah meninju muka namja belagu itu. Semua orang di sana melihat ke arah mereka. Ada yang sirik, ada yang heran, dan ada yang merasa terganggu karena volume bicara Hyesung tidak kecil.

“Annyeong, Henry oppa!” Seorang yeoja tiba-tiba datang menghampiri mereka. Itu membuat Henry langsung merangkul Hyesung. Hyesung menarik tubuhnya tapi gagal.

Henry tersenyum kikuk. “A-annyeong!” balas Henry. “Oppa, aku membawakan susu hangat untukmu. Agar kau bisa tampil lebih vit di panggung nanti.” Tutur yeoja itu centil sambil melirik sinis pada Hyesung. Hyesung juga tidak peduli dengan yeoja itu. Dia malah asik ngedumel tidak keruan sendiri.

Henry mengambil susu itu dari tangan yeoja ber-name tag ‘Yoon Janghee’ itu tanpa melepaskan rangkulannya. “Gomawo, Janghee-ya. Aku akan meminumnya.” Ujar Henry ramah. Yeoja itu langsung menggenggam tangannya sendiri di bawah dagu. “Ah, Henry oppa tahu namaku?” tanya yeoja itu riang Henry mengetahui namanya.

Hyesung mendengus. “Tentu saja. Namamu tertulis jelas di situ.” Hyesung menunjuk name tag yeoja itu. “Ah, benar sekali! Hahaha.” Hyesung memutar-mutar bola matanya karena kesal mendengar jawaban kelewat centil itu.

Henry mengelus kepala Hyesung. “Jagi, kau kasar sekali pada adik ini.” Kata Henry sok mesra. Mendengarnya, Hyesung langsung pura-pura ingin muntah.

Janghee melihat styrofoam kuning tergeletak di dekat kaki Hyesung lalu mengambilnya kemuadian membacanya. “Hyaa~ Hyesung eonni romantis sekali.” Puji yeoja itu sok akrab. Hyesung sendiri juga tahu yeoja itu tidak tulus melainkan cemburu.

Hyesung mendelik. “Ha? Yang benar saja! Itu bukan bu.. hemmp” Henry langsung menutup mulut Hyesung sebelum mulutnya itu membuat kekacauan. “Cepat bilang kalau itu memang kau yang membuatnya.” Bisik Henry ke telinga Hyesung. Janghye yang berada di depan mereka hanya menatap mereka bingung.

Hyesung menarik napas yang banyak begitu dia melepas paksa tangan Henry dari mulutnya. “Geurae, itu milikku. Aku membuatnya untuk menyemangati Henry saat di panggung sebentar.” Jawab Hyesung terpaksa. Padahal, styrofoam itu di buat sendiri oleh Henry. Entah setan dari mana yang memberikannya ide menjijikkan itu – pikir Hyesung -.

Yeoja itu tampak kesal terus berdiri di sana. “Eoh, kalau begitu aku pergi dulu, oppa. Semangat untuk ujianmu!” pekik yeoja itu sambil mengepalkan tangannya di depan wajah.

Begitu melihat anak tadi agak jauh, Hyesung langsung cepat-cepat melepas rangkulan namja itu dengan kasar. “Ya! Kau bukan hanya belagu tapi sangat menyebalkan!” bisik yeoja itu. Kini mereka saling bisik-bisikan agar tidak mengundang curiga orang di sekitar mereka.

Bukannya minta maaf, Henry hanya memasang senyum tidak mengerti apa-apa di wajahnya. Itu membuat Hyesung mencubit pinggangnya.

#Flashback END


Riuh penonton semakin menjadi-jadi ketika mendengar MC meneriakkan nama Henry Lau. Profil serta foto Henry terpajang di layar besar pada bagian latar belakang panggung. Foto-foto yang menunjukkan betapa kerennya Henry. Bahkan Hyesung pun sampai terpanah dengan foto-foto yang menampilkan berbagai macam ekspresi Henry itu. Foto-foto itu mengisyaratkan bahwa peserta didik yang bersangkutan juga mampu menjadi model. Bukan hanya Henry yang pembukaan penampilannya seperti ini, tapi semua peserta ujian.

Setelah foto terakhir di tunjukkan, tirai tertutup dan semenit kemudian terbuka lagi. Terdapat grand piano hitam di tengah-tengah panggung dengan Henry yang menggunakan jaket kuning bercorak hitam yang sama dengan yang sama dengan celana setinggi lututnya. Selain itu, dia menggunakan t-shirt dalaman berwarna hitam, sepatu dan kaus kaki putih menutupi seluruh kakinya, dan sapu tangan putih yang sengaja di sangkutkan di saku bagian belakang celananya. Rambutnya yang di cat coklat keemasan di tutupi hoodie jaketnya. Semua itu adalah pakaian yang di pilihkan Hyesung sewaktu berbelanja tempo hari. Tidak di sengaja Hyesung tersenyum melihat namja itu membungkuk pada penonton.

Henry memutar tubuhnya mendekati grand piano itu. Ditatapnya tuts-tuts hitam putih itu, kemudian mulai menarikan jari-jari lentiknya di atasnya. Nada-nada yang dikeluarkan lumayan keras, cepat, dan seolah mencurahkan emosinya. Beberapa sekon berlalu, dentuman musik yang lain mulai terdengar. Henry menggoyangkan bahunya seiring irama.

“Oo woo... o uwo... u yeah...” Henry mulai bernyanyi. Dia berdiri dan menaiki kursi yang di dudukunya tadi dan naik lagi ke atas pianonya. Opening itu membuat semuanya berdecak kagum.

Dia mulai bernyanyi dan menatap semua penonton dengan penuh keyakinan. “Umjigil su eopseo wae. Naneun mugyeowojyo gakhimanhae...” semua yeoja di sana termasuk Jieun di samping Hyesung berdiri mengaguminya. Kecuali Hyesung, yeoja itu hanya duduk memegang styrofoamnya yang terbalik.

Namja yang di perhatikan semua orang itu melompat dari atas piano. “Naege dakoshipheundae. Geumsu geokhomhani eodum soge. Jakku gana hajin gatheun gose. Geu gose. Yeah...” dia menari seiring irama.

Hyesung tidak bisa memungkiri bahwa suara Henry memang indah. Lirik yang dinyanyikan namja itu di resapinya dalam-dalam. Alur lagu ini semakin lama semakin menunjukkan bahwa ini menyangkut dia. Menyangkut Hyesung yang terperangkap dalam masa lalunya. Hyesung sadar itu.

Namun, ada satu kenyataan yang di lupakan Hyesung selama ini. Sehari sebelum kepergian orang tuanya ke Kanada, mereka bertengkar.


#Flashback

-Gwangju, 8.15 PM KST
Malam itu suara kencang appanya pertama kali terdengar. Eommanya tak mampu lagi berbicara, hanya menangis. Hyesung tidak tahu apa sebenarnya yang terjadi hingga appanya semarah itu pada eommanya. Hyesung yang ketakutan hanya mampu memeluk saudaranya kuat-kuat. Mereka bersembunyi dalam kamar Oppanya.

PRANGGG!!!

Bunyi benda terbuat dari kaca sengaja di banting di susul teriakkan eomma Hyesung. “Geojitmal! Selama ini aku sangat mempercayaimu. Arra!” spertinya amarah tuan Kim tak dapat di bendung lagi.

Namja paruh baya itu bertolak pinggang di hadapan seorang ibu yang meringkuk di kaki ranjang. “Besok kita akan menyusul namja brengsek itu di sana.” Nada bicara tuan Kim merendah. Nyonya Kim mendongkakan kepalanya menatap namja yang sedang naik pitam itu.

***

Semua anggota keluarga sudah berkumpul di meja makan untuk sarapan. Termasuk Hyesung dan Yesung. Keduanya masih terlihat enggan mengangkat kepala untuk melihat wajah kedua orang tua mereka. Tuan dan Nyonya Kim juga tidak bersikap seperti biasa. Mereka hanya diam, suasana meja makan yang biasanya ramai oleh candaan keluarga itu kini menjadi hening. Terlihat lingkaran hitam dan bengkak di kedua mata eomma mereka. Sepertinya yeoja paruh baya itu menangis dan tidak tidur semalaman.

Hingga kepala keluarga pun mengeluarkan kata pertama di pagi itu. “Joheun achim, semua. Hari ini eomma dan appa akan ke luar negeri. Kami ke Kanada” Hyesung dan Yesung spontan melihat namja yang mereka panggil appa itu.

“Waeyo? Apakah karena aku kalian bertengkar semalam? Aku tidak akan nakal lagi. Yaksokhaeyo” ujar namja muda berwajah tirus itu.

Nyonya Kim menggenggam tangan kecil anak sulungnya itu. “Aniyo, jagi. Amma dan Appa ada urusan bisnis di sana. Semuanya tidak ada sangkut pautnya dengan keributan semalam. Semalam kami hanya salah paham karena perjalanan ini.” Eommanya menyunggingkan senyuman tulus di akhir katanya. Suaranya terdengar sangat lirih.

Sang appa menarik napasnya panjang. “Jadi, kalian jaga diri baik-baik sebelum eomma dan appa pulang, ne? Yesung, jaga adikmu.” Tuturnya sambil melihat satu persatu anak-anaknya.

“Ne, appa.” Jawab Yesung.

#Flashback END


Hyesung menarik napas panjang dan mngembuskannya sekaligus. Hari itu mereka memang tampak sangat serius mengatakan bahwa itu adalah perjalanan bisnis dan Hyesung percaya itu.

Hyesung terus melamun hingga dia tak menyadari bahwa penampilan Henry sudah lama berlalu. Riuh penonton semakin menjadi-jadi. Hyesung bingung dengan apa yang terjadi, karena Jieun di sampingnya mulai mengguncang-guncang pundaknya. Kesadarannya mulai kembali dan dia melihat ke arah panggung. ‘Dimana Henry?’ bisiknya dalam hati.

“Hyesung-ah, lihat di sampingmu.” Perintah Jieun. Hyesung pun berbalik.

Hyesung sangat terkejut begitu melihat orang yang di maksud Jieun tadi adalah... “Donghae oppa?” yeoja itu mengerutkan keningnya bingung mengapa namja itu sudah berada di sampingnya menyodorkan karangan bunga yang sangat indah.



TBC

__________..~~ooOoo~~..__________

Leganya~ ini adalah rekor pertamaku. Membuat dua chapter dalam 4 hari! Huwahaha.... Readerdeul, gimana menurut kalian tentang chapter ini? Haha... di chapter ini, author sengaja membuat para castnya saling mengenal masa lalu satu sama lain. Makanya jadi gini! Kkkkkk.... mian yah kalau chapter ini gak seperti yang kalian harapkan, kaku, gak ada feel, atau pengen muntah. Gak papa kok!

Oh ya! Author kasih bocoran. Di chapter selanjutnya author akan menghidupkan para cast-cast yang tidak aktif. #Jiahhh

Buat Cucuku, mudah-mudahan kamu suka yah! Dan mungkin, chapter selanjutnya FF ini akan lama di posting karena author lagi sibuk buat UN. Mungkin aku bakal mulai menulis lagi kalau dah selesai semua-muanya. Alias udah jadi mahasiswa! Hahaha~ gak ding, gue bejanda!

Pokoknya readerdeul tungguin yah ^_^

Papai~

#BowWithKyu

[FF] I’ll Be Your Star (Chapter 3)

PJS Entertainment
Present
__________..~~ooOoo~~..__________

Title      : I’ll Be Your Star (Chapter 3)

Author : Park Jiseon a.k.a Veny Sugandhi (@Veny_Oodl3) *follow ne XD

Cast      :
-          Henry Lau (Super Junior M)
-          Sun Hyesung (OC)
-          Donghae (Super Junior)
-          Chanyeol (EXO-K)
-          Park Jieun (OC)
-          Krystal (F(X))
-          And other

Length  : Chaptered

Rating  : PG-15

Genre                 : Romantic

~~Di larang keras menyalin dan memposting ulang FF ini untuk kepentingan pribadi atau blog. Itu namanya PLAGIAT dan plagiat pantesnya di buang ke JAM BAND~~

Recommended Song : Henry – Trap

Warning            : Typo bertebaran dimana-mana!! Jika tidak berhati-hati anda akan tertular virusnya (?)

__________..~~ooOoo~~..__________
Summary          :

“Aku seekor burung yang ditinggalkan didalam sangkar kecil yang disebut dirimu.
Aku bahkan tak bisa terbang jauh.
Aku semakin lemah dalam dirimu. Di dalam cinta ini yang selalu tetap hidup.
Oh aku terjebak, aku terperangkap”
# Henry – Trap #

__________..~~ooOoo~~..__________


Sebelumnya…

“Karena aku baru saja jadian dengan yeoja lain. Jadi, jebalyoo jangan pernah menemuiku dengan kata-kata balikan lagi.” Kata-kata itu tanpa sadar keluar begitu saja dari mulutnya.

Krystal mengerutkan keningnya. Jadian? Seorang Henry Lau sudah jadian dan tidak ada kabar beritanya sama sekali?. “Keunyeoga nuguya? (Siapa dia?)” Tanya Krystal langsung.

Omona!! Henry tidak memikirkan hal itu. Siapa yeoja itu? Henry memaksa otaknya memikirkan sebuah nama. Tapi yang ada di otaknya hanya ada nama…

“Namanya Hyesung.” Henry langsung menutup mulutnya dengan kedua tangannya. Kenapa nama yeoja itu yang disebutnya? Tapi dia cepat-cepat memamerkan senyumnya lagi sebelum Krystal mencurigainya.


TBC

__________..~~ooOoo~~..__________


“Arasseo? Jadi jangan ganggu aku lagi, ne!” ujarnya sambil berlalu. Belum lagi tiga langkah, Henry berbalik. Dia menyadari kebiasaan yeoja ini yang melabrak siapa saja penghalangnya untuk mendapatkan namja incarannya. “Oh ya, kau jangan sekali-kali mengganggu ketenangan yeojachinguku. Kalau sampai sehelai rambutnya pun tersentuh olehmu, kau akan berhadapan denganku!. Arra?!”

Henry buru-buru berbalik lalu menepuk dahinya kuat-kuat. ‘Baboooooo, Henry babo! Kenapa harus namanya yang disebut?’ rutuk dirinya dalam hati. Mau tidak mau, Hyesung harus diajak kerja sama.

“Oh ya! Yeoja yang disebelah sana, dia targetku, jangan kau ambil!” Suara Chanyeol di kantin siang itu kembali terngiang. Aigoo… selain itu dia juga harus meyakinkan temannya itu bahwa dia tidak berniat sama sekali mengambil targetnya.


***


             Sejak kejadian di lapangan basket pagi tadi, Henry tampak tidak tenang. Dia sangat gusar memikirkan bagaimana cara membujuk Hyesung untuk mengaku sebagai ‘yeojachingu palsunya’ hingga bel istirahat berbunyi. Kini dia dan Chanyeol sedang berjalan beriringan di koridor kelas menuju kantin.

“Henry-ya, ada apa denganmu? Sejak pelajaran pertama tadi kau kelihatan gelisah sekali.” Tanya Chanyeol yang melihat gerak-gerik aneh sahabatnya ini. Karena tidak ingin Chanyeol tahu sebelum waktunya, Henry hanya menjawab. “Biasalah.”

“Benarkan, yang aku bilang! Tidak sampai seminggu kau pasti akan memikirkan siapa lagi yang akan menjadi yeojachingumu, Henry-ya.” Ujar Chanyeol heboh sambil menepuk punggung Henry hingga dia agak sedikit terdorong ke depan. Henry hanya menepuk dahinya frustasi.

“Ngomong-ngomong, hari ini Shin ahjumma (bibi penjual di katin) memasak Jajangmyun atau tidak yah?” bisik Chanyeol. “Molla, memangnya kenapa?”ucap Henry ringan.

“Kau lupa? Itu kan makanan kesukaanku. Saat aku cemberut atau sedang bosan, makan jajangmyun buatan Shin ahjumma pasti membuatku senang.” Jawab Chanyeol sambil menyodorkan jempolnya yang sebesar jempol kaki author(?). *Tringgg* tiba-tiba muncul ide dikepala Henry.

‘Coklat! Ne, aku akan membujuknya dengan coklat!’ pikir Henry dalam hati. Senyum yang teramat cerah kini terpancar diwajahnya. Membuat Chanyeol yang melihatnya bergidik ngeri.

“Gwaenchanayo?” Tanya Chanyeol. “Gwaechana! Aku mendapatkan ide. Neo ttaemune! Gamsahamnida Chanyeol-ah!” Henry menjabat tangan Chanyeol dan menggoyang-goyangkannya ke atas-ke bawah dengan kencang hingga kepala mereka ikut bergetar.

“Memangnya apa yang aku katakan barusan?” Tanya Chanyeol penuh kebingungan. “Ah! Setelah ini aku akan beli coklat yang banyak!” seru Henry tak menghiraukan pertanyaan sahabat disampingnya.


 ***


Sepulang sekolah, Henry langsung ke minimarket membeli banyak coklat dan langsung ke kamar Hyesung. Dan kali ini, tanpa ketuk pintu lagi. Dia tidak memperdulikan Hyesung yang bersiap melemparinya dengan bantal. Begitu masuk, dia langsung menjelaskan apa yang terjadi dengannya di sekolah tadi pagi.

“Mwoya??” pekik Hyesung kaget mendengar perkataan Henry barusan. Henry hanya menatapnya memelas.

“Ayolah~ bantu aku sekali ini saja, Sungie-ya.” Bujuknya sambil memamerkan senyuman mautnya. “Apa karena kau menyukai Donghae hyung?” lanjutnya.

“Aniyo.” Jawab Hyesung malas. “Atau, karena namja itu?” Henry menunjuk bingkai foto yang bertengger di meja belajar Hyesung. “Di mana dia sekarang? Aku tidak pernah melihatnya.”

“Dia oppaku. Dia sekarang sudah berada di tempat paling jauh.” Jawab Hyesung lemah. Matanya seakan menerawang jauh. Sangat jauh. Ke tempat yang mungkin tak bisa ti gapai siapapun termasuk dia sendiri. Tempat Yesung berada. Henry diam mendengar perkataan yeoja itu. Baru kali ini dia mendengar yeoja itu bicara sesendu itu.

Tapi beberapa detik kemudian, Henry melihatnya menggaruk kepala kesal. “Aishh,.. Henry-ya, aku ini baru masuk sekolah itu. Aku juga masih kelas 1. Aku tidak mau mencari masalah dengan siapa-siapa. Apa lagi dengan Krystal eonni. Kata temanku, dia sangat kejam jika ada orang yang merebut targetnya. Shireo, shireo.” Hyesung mengibaskan kedua tangannya lalu merebahkan tubuhnya diranjang. Dia memang cepat sekali berubah ekspresi.

“Aku berjanji dia tidak akan mengganggumu.” Henry berlutut dipinggir ranjang.

“Jangan dekat-dekat!” Hyesung mendorong Henry dengan lututnya. Dia tidak ingin kejadian malam itu terulang. Henry langsung berdiri dan melipat kedua tangannya didepan dada. ‘Kau pasti tidak akan menolaknya lagi’ pikirnya.

“Kenapa pasang senyum seperti itu?” Tanya Hyesung melihat senyum Henry yang mengerikan. “aku ingin menunjukkan sesuatu.” Jawab Henry dan langsung keluar kamar.

Tidak sampai satu menit, Henry kembali lagi dengan sekeranjang besar penuh coklat dengan berbagai rasa dan ukuran. Hyesung otomatis menelan salivanya melihat makanan kesukaannya itu.

Semua yang namanya coklat atau makanan yang berbau coklat, Hyesung sangat menyukainya. Bahkan, dia bisa dibilang maniak coklat. Dia pernah menangis seharian cuma karena coklat. Waktu itu Hyesung membeli banyak sekali coklat dan menyimpannya di kulkas. Karena saking banyaknya, salah satu coklatnya tertutup benda-benda lain di kulkas. 5 bulan kemudian dia baru menemukan coklat itu di balik sayur-sayuran dan berbagai macam benda lain. Baru saja dia akan memakannya, ternyata dilihat coklat itu sudah kadaluarsa dan itu membuatnya menangis.

Henry tersenyum penuh kemenangan melihatnya.

“Otthae? Kau mau menjadi yeojachingu palsuku?” sekali lagi Henry bertanya. Namun kali ini dengan nada yang menggoda Hyesung untuk melahap coklat-coklat itu. Hyesung mengerjapkan matanya beberapa kali sebelum menjawab. “Sudah ku tahu. Kau pasti mau menyogokku kan?”

“Geurae, kalau begitu coklat ini ku buang saja!” ujar Henry sambil mendelik Hyesung yang melotot. ‘Coklat enak dan sebanyak itu mau dibuang?’ pikir Hyesung.

Henry menuju sofa disamping ranjang Hyesung dan mengeluarkan satu per satu coklat dari keranjang sebesar ember itu. “Tapi lihat! Coklat rasa strawberry ini kelihatannya enak sekali.” Ujarnya sambil melirik Hyesung yang mematung di sampingnya. “Aigoo~ Chocolate ballnya besar sekali! Pasti sangat gurih dan manis. Sayang sekali kalau mau dibuang. Kalau saja orang itu mau menjadi yeojachingu palsuku.” Lanjutnya.

Hyesung menarik napasnya dalam-dalam. Sepertinya coklat-coklat itu sudah membuat pikirannya berubah. “Geurae! Aku mau. Sekarang berikan coklat-coklat itu.” Hyesung langsung turun dari ranjang dan duduk di sebelah Henry.

Henry melompat dari duduknya. “Jinjjayo? Huwaaaaaaa~ gomawo, Hyesung-ah. Ini, makan sepuasmu.” Henry menyodorkan coklat itu dipangkuan Hyesung lalu mencubit pipi yeoja itu. Seperti tidak merasakan apapun, Hyesung langsung mengambil salah satu coklat disana dan memakannya.

“Jangan banyak-banyak. Nanti kau muntah.” Henry memperingatkan Hyesung. Hyesung hanya membalasnya dengan anggukan yang membuat Henry menepuk kepala yeoja itu seperti kucing.

“Dasar yeoja aneh!” dengus Henry pelan. “Kau namja belagu!” balas Hyesung sambil mengunyah. Henry hanya bisa menggelengkan kepala.

Huufftt~ akhirnya dia bisa membujuk yeoja itu juga. Besok tinggal memamerkan yeojachingu barunya saja! Pikir Henry.


***


Setibanya dikelas, Hyesung langsung menghempaskan tasnya dengan kasar diatas meja. Hal itu sukses membuat seisi kelas memandangnya keheranan. Bagaimana tidak? Dia hampir mati kesal karena cibiran setiap orang yang melihatnya dari awal masuk pagar hingga dia masuk pintu kelas.

Hari ini sekolah sedang gempar mengenai berita Henry berpacaran dengan anak kelas 1 yang tidak lain adalah dia sendiri. Termasuk teman-teman sekelasnya yang kini saling berbisik-bisik dan menatapnya sinis.

“Aigoo! Apa benar Henry oppa berpacaran dengan yeoja seperti itu?”

“Omona! Sudah menjadi yeojachingu Henry dia malah berangkat sekolah dengan Donghae oppa!”

“Ya! Dia tidak secantik Krystal eonni.”

… dan masih banyak lagi kata-kata yang membuat Hyesung seakan ingin menyumbat mulut mereka satu per satu. Kalau saja malam itu dia tidak membabi buta memakan coklat yang diberikan Henry, mungkin sekarang dia akan membatalkan perjanjian itu. Masalahnya, coklat-coklat itu hanya tinggal setengahnya. Setengahnya lagi sudah dihabiskan dalam waktu 1 jam.

“HYEEEESUUUUNGGGGGG-AAAAAH!!!!” pekik seseorang dari ambang pintu kelas. Otomatis seisi kelas menutup telinga dan menatap orang itu dengan murka. Orang itu langsung menghampiri Hyesung dengan tergesah-gesah tanpa mempedulikan orang-orang tadi.

‘Pasti orang ini akan membahas berita itu juga.’ Pikir Hyesung. “Apa benar kata-kata orang-orang itu?” bingo! Tepat yang dipikirkannya.

“Jawab Hyesung-ah! Kau bilang kau tidak akan pernah menyukai namja belagu seperti dia. Tapi sekarang ka…” Hyesung menempelkan telunjuknya dibibir yeoja bertubuh mungil itu.

“Ssssttt…. Aku akan menjelaskan semuanya nanti, Jieun-ah!” jawab Hyesung malas lalu membanting bokongnya dikursinya.

Sedetik kemudian, terdengar jeritan yeoja-yeoja dari luar kelas. ‘Ya Tuhan! Apa lagi ini?’ jerit Hyesung dalam hati.

Mata Hyesung hampir terjatuh dari tempatnya ketika melihat Henry sedang berdiri tepat di ambang pintu sambil tersenyum padanya. Hyesung langsung berdiri begitu Henry beralih mendekatinya dan langsung merangkulnya.

“Ikut aku.” Bisik Henry ke telinga Hyesung dan langsung menariknya keluar kelas. Adegan itu sukses membuat yeoja yang ada di sekitar situ kembali menjerit. Termasuk Jieun.


***


“Jadi, kalian berdua hanya pura-pura pacaran agar Krystal tidak mendesakmu untuk balikan lagi?” Chanyeol mengulangi penjelasan Henry dan Hyesung. Mereka berdua langsung mengangguk.

Ternyata, tadi Henry menarik Hyesung ke ruang latihan The Cupid untuk menjelaskan semuanya pada member the Cupid termasuk Chanyeol agar dia tak marah pada Henry. Setelah sebelumnya Chanyeol bahkan tak ingin memandang wajah Henry.

“Geurae.” Balas Chanyeol malas. Meskipun dia tahu mereka hanya berpura-pura, tapi tetap saja masih ada rasa jengkel di hatinya sahabatnya mendekati targetnya. Selama ini dia pikir Donghae saja sudah saingan yang berat. Kini ditambah lagi Henry yang sudah pasti tidak mungkin dikalahkannya.

“Jiaahh… ku kira sebelumnya kalian benar-benar pacaran!” ucap Jieun tiba-tiba yang membuat Hyesung menyikutnya. Tadi saat Henry menarik Hyesung, Jieun membuntuti mereka dan ikut masuk dalam ruang latihan.

“Mwo? Padahal sekolah sudah heboh. Sayang sekali kalau cuma pura-pura.” Ujarnya lagi.

“Ya!” bentak Henry dan Hyesung bersamaan. Jieun mengulum senyumnya sedangkan Chanyeol menarik nafasnya dengan berat.

“Awas kalau kau sampai membocorkan semua ini. Akan kubakar koleksi…” kata-kata Hyesung terpotong karena mulutnya buru-buru ditutup oleh Jieun. Jieun takut kalau Hyesung membocorkan rahasianya yang suka mengoleksi foto-foto The Cupid dan memajangnya ditembok kamarnya. Selain itu, setiap malam sebelum tidur, dia mencium foto mereka satu per satu(?).

“Tidak! Aku tidak akan membocorkannya pada siapa pun. Hehe” jawabnya panic dan diakhiri cengiran.

“Kriiiiinnnggg!!! Kriiiiiinnnnngggg!!!” Tiba-tiba bel tanda apel berbunyi. Itu artinya semua murid harus berkumpul di gymnastium untuk mendengarkan celotehan kepala sekolah dan beberapa guru. Biasanya kalau apel tiba-tiba diselenggarakan, berarti akan ada acara penting.


***


Seperti yang diduga semua murid dan author(?). Apel pagi tadi menginformasikan pada semua murid bahwa 3 minggu lagi akan ada ujian bagi para siswa kelas 2 dan 3. Dan kelas satu diharapkan dapat membantu para senior. Maklumlah, sekolah ini kan sekolah music semacam Kirin Art School gitu. Namanya PJS Art School. Setelah lulus dari sekolah ini, mereka akan di trainee lagi untuk menjadi artis dibawah naungan PJS Entertainment. *Author ngarep XP

Pada saat ujian, semua peserta hanya akan menunjukkan hasil berlatih merekan selama setahun. Entah itu menyanyi, menari, acting, atau ngerap.

Setelah apel pagi itu, otomatis semua murid langsung berlatih dan mempersiapkan segala kebutuhan mereka. Tidak terkecuali Henry dan kawan-kawan. Sepertinya mulai hari ini sampai 3 minggu yang akan dating akan menjadi hari yang sangat melelahkan.

Henry menghempaskan tasnya sembarang begitu memasuki ruang tamu. Kemudian di susul dengan menghempaskan tubuhnya di sofa yang empuk. Hari ini sangat melelahkan. Karena tiga minggu lagi akan akan ujian, waktu latihannya jadi lebih banyak.

Beberapa menit kemuadian, terdengar suara orang membuka lalu menutup pintu dari arah pintu utama. Henry menengok siapa itu. Senyumnya mengembang saat tahu itu Hyesung. “Hyesung-ah, kau juga baru pulang?” Tanya Henry begitu melihat Hyesung melepas sepatunya.

“Ne, tadi aku habis membantu Donghae oppa memilih baju untuk ujiannya.” Jawab Hyesung sambil menjatuhkan tubuhnya beserta tasnya di samping Henry. Tampaknya dia juga tidak kalah lelahnya dengan Henry.

“Huft~ untungnya besok hari minggu. Jadi aku bisa istirahat dulu.” Kata Henry sambil menyenderkan kepalanya di sandaran sofa.

“Benar! Kalau begitu, aku ingin tidur sepuasnya.” Ujar Hyesung yang langsung berdiri dari duduknya dengan semangat. Sedetik kemudian dia melangkahkan kakinya menuju tangga. Henry hanya menatapnya heran.

“Apa kau mau tidur mulai sekarang? Ini kan masih jam 6 sore.” Tanya Henry. Hyesung yang baru menginjakkan kakinya di tangga pertama berbalik.

“Tentu saja! Memangnya kenapa?” jawabnya ketus.

“Aniyo. Hanya saja, bukankah itu terlalu lama?”

“Sudahlah, awas ya kalau kau berani-berani mengganggu tidurku!” jawab Hyesung lalu memutar kepalanya dan melanjutkan jalannya. Henry melihat ada sesuatu yang jatuh dari tas Hyesung.

Henry melihat baik-baik benda apa itu. Tampaknya seperti sehelai kertas pink. Henry berdiri dan menghampiri kertas itu. Terlihat beberapa kata tertulis disana. Tulisan tangan yang rapih dan sepertinya di tulis sudah agak lama. Terlihat dari warna tintanya yang sudah mulai memudar. Henry membaca satu per satu kata yang tertulis di sana.

-----
Aku melakukannya karena aku meminta maaf
Aku melakukannya karena aku tak sanggup menerima semuanya
Aku menulis ini seperti kehabisan nafas, kata itu secara cepat keluar dari hatiku yang bodoh
Meskipun mencoba menahannya dan mencoba berpikir secara logis
Satu kata ‘Aku mencintaimu’ tertulis di dalam hatiku
Cinta terlarang yang tak mungkin untuk bersatu
Cinta yang melampaui batas norma hingga aku tak mampu mengadapinya

Lebih baik aku terhapus dan terlupakan, lebih baik aku menghilang dan tak terlihat
Dalam satu detik, kata ‘jangan pergi’ terucap ribuan kali
Ini adalah akhirnya, sekali, dua kali janji yang tak bisa kujaga, janji untuk terus menjagamu
Sedikit demi sedikit kau menjauh, suara derap langkah menghilang,
Aku mohon, akulah yang terluka sekarang
Mianhae, aku tidak bisa berada disampingmu tiap kau membutuhkanku lagi
Tapi kau tak perlu setegar itu
Setiap kali kau ingin menangis, carilah bintang di langit dan menangislah
Bintang-bintang itu akan menjadi pengganti bahuku

Mungkin, kau akan bertemu seseorang yang akan menjelaskan semua ini padamu
Jagalah dirimu meskipun tanpaku, yang harus kau tahu
Aku sangat mencitaimu, Sun Hyesung

-Yesung-

-----

Henry menatap pintu kamar Hyesung yang sudah tertutup. Jadi, inikah alasan yang membuat yeoja itu selalu berada di balkon tiap malam? Sedikit demi sedikit, Henry mengerti tentang sesuati yang terselubung dari setiap tingkah laku Hyesung. Dia berusaha menutupi air matanya dengan tawa.

Henry masuk ke kamarnya dan langsung membersihkan badan a.k.a mandi agar kembali fresh. Setelah berganti pakaian, dia kembali mengambil kertas yang dipungutnya tadi dari meja belajarnya. Dia kembali membaca surat itu sambil berjalan ke balkon.

Dia mendapati Hyesung juga berada disana, sedang memandangi bintang.

‘Bukankah tadi dia bilang mau tidur?’ Henry menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. ‘ah, aku lupa kalau melihat bintang adalah ritualnya setiap sebelum tidur.’

Hyesung memang tidak pernah bisa tidur sebelum melihat bintang. Bahkan, Henry pernah memergokinya tertidur dengan posisi dagu yang menopang pada pagar balkon. Karena melihat bintang.


***


Hyesung sedang menatap bintang-bintang yang sedang bertaburan di langit ketika tiba-tiba dentuman piano mengganggu ketenangannya. Suara piano itu berasal dari grand piano hitam di sudut balkon yang dimainkan oleh Henry.

Hyesung memutar kepalanya dengan cepat dan menatap tajam namja itu. Henry hanya tersenyum nakal tanpa menghentikan permainannya. “Umjigil su eopseo wae. Naneun mugeowojyo gakhimanhae. Ni mam ginsoge neoya jinchae~ neo inchae, yeah…” Henry malah bernyanyi. Itu membuat Hyesung menghampirinya dengan jengkel.

“HENTIKANNN!!!!” pekiknya tepat di telinga Henry. Otomatis Henry menghentikan permainan dan nyanyiannya untuk menutup telinganya yang sakit. Entah sudah keberapa kalinya Hyesung melalukan itu pada telingnya.

“Kau mengganggu ketenanganku saja.” Omel Hyesung pada Henry dengan mata yang dibuat melotot. Henry hanya menurunkan tangannya dari telinga dengan tersenyum.

“Dia Yesung, kan?” Tanya Henry pelan. Kening Hyesung berkerut menatap Henry.

“Namja yang membuatmu selalu bersedih itu Yesung, kan?” Henry mempertegas pertanyaannya.

“Apa maksudmu! Kau tidak tahu apa-apa tentang dia. Kau…” ucapan Hyesung terpotong begitu melihat Henry mengayun-ayunkan kertas pink yang dipungutnya tadi di depan wajahnya.

Hyesung merampasnya dari tangan Henry. “Kau membacanya, kan!” tatapan Hyesung seakan memaksa untuk berkata “Aniyo”, tapi jawaban yang didapatkan Hyesung hanya bahu Henry terangkat. Hyesung mengembuskan napas panjang sambil kembali membalikkan badannya.

Hyesung mengikuti langkah yeoja itu. “Tapi, dia kan saudaramu. Kenapa kalian…?” Henry menggantungkan kata-katanya.

Hyesung tersenyum miris. “Dia bukan saudara kandungku.” Jawaban itu sukses membuat Henry kaget. “Dia anak angkat eommaku sejak sebelum menikah dengan appaku. Makanya kami pacaran.” Lanjutnya. Henry mengangguk mengerti.

“Hyesung-ah, Kalau mau menangis, menangis saja…” Hyesung berbalik menatap Henry. “Tidak perlu melihat bintang lagi. Bersandarlah di bahuku.”

Kini mata Hyesung menatap Henry dengan tanda tanya. Kalau boleh jujur, dia sedikit terharu mendengar perkataan namja itu.

“Tapi kau harus tetap menjadi yeojachingu palsuku.” Henry mengernyit.

Detik berikutnya, Henry kembali mendapat teriakan yang lebih parah dari yang tadi. “KAU PIKIR ITU MENYENANGKAN, EOH! AKU SANGAT TERSIKSA MENJADI YEOJACHINGU PALSUMU, HENRY LAU!!” Henry langsung berlari masuk ke dalam dengan kedua tangannya menutup telinga. Shin ahjumma yang melihat tingkah mereka dari pinggir kolam renang di bawah hanya terkekeh.

Bagaimana tidak tersiksa? Seharian ini dia terus saja mendengar bisikan menyebalkan orang-orang di sekolah. Terlebih lagi saat apel tadi, Henry malah ikut duduk disampingnya dan itu mengundang perhatian orang-orang yang duduk disekitar mereka. Dia juga sering mencuri kesempatan memeluk Hyesung namun dia langsung mendapatkan sikut maut dari Hyesung.

Pada waktu istirahat juga Hyesung tidak dapat makan dengan tenang. Pasalnya, Henry mengangkat makanan yang Hyesung akan makan di kantin ke ruang latihan The Cupid. Dia bilang, setiap mantan-mantannya pasti makan di ruang latihan untuk menemaninya. Selain itu, Henry juga terus memaksanya untuk menyuapinya makan tiap ada yang masuk untuk melihat mereka latihan.

‘Ini baru sehari. Bagaimana kalau seminggu aku menjadi Yeoja palsunya? Mungkin aku bisa gila sungguhan.’ Pikir Hyesung dalam hati. Dia kembali memutar rubuhnya bersandar pada pagar dan melihat kembali kertas pink tadi dengan tatapan pilu.


***


Hyesung bangun dengan mata setengah tertutup. Sinar matahari yang menembus jendela kamarnya memaksa dia meninggalkan mimpinya.

“Aisshh, Henry-ya,” erang Hyesung, menutup kepalanya dengan bantal.

“Hyesung-ah, ireona!” Henry menarik bantal Hyesung lalu duduk di sebelahnya.

“Untuk apa! Aku masih mengantuk!” merasa kehilangan bantalnya, Hyesung menarik selimutnya tinggi-tinggi.

“Ireona! Sudah jam sepuluh!” Henry mengguncang-guncang tubuh Hyesung. “Temani aku berkeliling.”

“Shireo! Semalam kan aku sudah bilang kalau aku mau tidur sepuasnya. Kau pergi saja sendiri.”

“Ireona!” Henry meloncat ke atas tubuh Hyesung dan membuka selimut yang menutupi wajahnya. “Apa mau ku cium?” Henry memanyunkan bibirnya dan mendekatkan wajahnya ke muka Hyesung yang masih setengah melek.

Hyesung hanya menutup wajahnya dengan kedua tangannya tanpa berkata apa-apa. Henry mendengus.

“Kau benar tidak mau bangun? Kalau begitu aku akan melakukan sesuatu padamu.” Henry menarik selimut Hyesung lebih ke bawah dan meniup leher yeoja itu. Dan kemudian…

“Hyaaaaaaaaa….!!!” Brukkk!!

Tangan Hyesung dibuat kaku ke depan dan menghantam dada Henry sampai dia terdorong ke belakang. Lalu lutut Hyesung dengan sengaja menendangnya hingga jatuh terlentang di lantai. Hyesung akhirnya duduk tegak dan memamerkan wajah marahnya yang berminyak (*plakk!! Author digampar Hyesung). Matanya mencari-cari sosok pengganggu itu. Tapi begitu melihat Henry meringis di lantai, Hyesung malah tertawa keras.

“Makanya, jangan menggangguku sedang tidur!”


***


Hyesung berdiri dengan malas di samping kamar pas melihat namja yang sedang memilih baju di depannya. Sekarang mereka sedang berada di jalan Garosoo. Di mana jalan itu adalah kawasan perbelanjaan yang sangat ramai dan terkenal. Terdapat puluhan toko pakaian dan restaurant di kawasan itu.

Tadinya dia pikir namja ini hanya membeli dua atau tiga potong pakaian untuk kostumnya di ujian nanti. Tapi ternyata tidak. Sudah sekitar 13 kantung pakaian yang mereka bawa. Dan kini dia masih belum puas memilih pakaian. ‘Sepertinya namja ini juga punya sisi feminine.’ Pikir Hyesung dalam hati.

“Ya, mari kita pulang.” Panggil Hyesung pada Henry yang masih asik mematuk tubuhnya di cermin. Dia sedang mencoba topi coklat yang bertuliskan ‘ H.C ‘

“Sedikit lagi.” Balas Henry sambil mengibaskan tangannya.

“Aku lapar.” Keluh Hyesung, dia berjalan menyeret kakinya menuju Henry. Namun Henry hanya meliriknya dari kaca tanpa berbalik.

“Henry-ya!” panggilnya lagi. Tapi kali ini sambil melepas topi yang sedang Henry coba. “Kau ingin kita bertengkar di sini?”

“Geurae, sekarang kita cari makan! Oke?” jawab Henry lalu meletakkan topi itu kembali dan menarik tangan Hyesung keluar dari toko itu.

“Ya, bantu aku memegang barang-barang ini.” Hyesung menendang-nendang tas-tas belanjaan Henry yang di pegangnya. Henry tersenyum dan mengambil tiga tas dari tangan Hyesung.

“Ya, kau hanya mengambil tiga.” Hyesung berhenti melangkah. “Aiss, kau terlalu banyak mengeluh! Mau makan tidak?” jawab Henry ketus membuat Hyesung hanya memanyunkan bibirnya dan menyeret kakinya mengikuti arah Henry.


TBC

__________..~~ooOoo~~..__________


Readerdeul, gimana chapter kali ini? Kayanya rada kaku gitu yah? Maklumlah, bentar lagi author bakal UN jadi gak bisa focus buat FF. Wkwkwkwk….
Oh ya, yang surat Yesung buat Hyesung itu translatenya lagu ‘Yesung – Gray Paper’, tapi banyak yang author ganti liriknya biar cocok sama sikon FF ini. Trus, pas Henry main piano di balkon itu dia nyanyiin lagu dia yang ‘Trap’

BOCORAN: Di chapter selanjutnya author akan menambah cast yeoja. Dia pernah main di drama ‘Dong Yi’ sebagai Dong Yi masih kecil. Nah, sekarang kan dia udah gede. Jadi author masukin dia di FF ini.


Author juga tunggu jejaknya… (y)


#FlyWithKyu