Jumat, 25 Mei 2018

[Laporan] Obat Diuretik


LABORATORIUM FARMAKOLOGI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA


LAPORAN PRAKTIKUM
“OBAT DIURETIK”



OLEH
NAMA        : FENI SUGANDI
NIM             : 150 2014 0105
KELAS      : C2
KLP            : III (TIGA)
ASISTEN 


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2017
BAB I
PENDAHULUAN
A.        Latar Belakang
Ginjal adalah organ yang memproduksi dan mengeluarkan urin dari dalam tubuh. Sistem ini merupakan salah satu system utama untuk mempertahankan homeostatis (kekonstanan lingkungan internal). Pengeluaran urin dapat meningkat ataupun menurun tergantung dari factor yang mempengaruhi.
Obat-obatan yang menyebabkan suatu keadaan meningkatnya aliran urine disebut Diuretik. Obat-obat ini merupakan penghambat transpor ion yang menurunkan reabsorbsi Na+ dan ion lain seperti Cl+ memasuki urine dalam jumlah lebih banyak dibandingkan dalam keadaan normal bersama-sama air, yang mengangkut secara pasif untuk mempertahankan keseimbangan osmotic.
Berdasarkan mekanisme kerjanya, secara umum diuretik dapat dibagi menjadi dua golongan besar yaitu diuretik osmotik yaitu yang bekerja dengan cara menarik air ke urin, tanpa mengganggu sekresi atau absorbsi ion dalam ginjal dan penghambat mekanisme transport elektrolit di dalam tubuli ginjal, seperti diuretik tiazid (menghambat reabsorbsi natrium dan klorida pada ansa Henle pars ascendens), Loop diuretik (lebih poten daripada tiazid dan dapat menyebabkan hipokalemia), diuretik hemat kalium (meningkatkan ekskresi natrium sambil menahan kalium).
Pada praktikum kali ini, akan dilakukan percobaan untuk mengetahui efektivitas dari obat-obat golongan diuretik yang dapat meningkatkan volume pengeluaran urin pada system perkemihan.
B.        Maksud Praktikum
Maksud dari percobaan ini yaitu untuk mengetahui dan memahami cara pemberian obat dan efek obat diuretik pada hewan coba mencit tikus (Rattus novergicus),
C.        Tujuan Praktikum
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk menentukan efek dari obat diuretik, yaitu Furosemid dan Hidroklorotiazid pada hewan coba tikus (Rattus novergicus) berdasarkan parameter pengukuruan volume urin.
D.        Prinsip Praktikum
Prinsip dari praktikum ini adalah penentuan efek dari obat diuretik, yaitu Furosemid dan Hidroklorotiazid pada hewan coba tikus (Rattus novergicus) berdasarkan parameter pengukuruan volume urin.














BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori
Fungsi utama ginjal adalah memelihara kemurnian darah dengan jalan mengeluarkan semua zat asing dan sisa pertukaran zat dari dalam darah dimana semuanya melintasi saringan ginjal kecuali zat putih telur dan sel-sel darah. Fungsi penting lainnya adalah meregulasi kadar garam dan cairan tubuh. Ginjal merupakan organ terpenting pada pengaturan homeostatis, yakni keseimbangan dinamis antara cairan intra dan ekstrasel, serta pemeliharaan volume total dan susunan cairan ekstrasel. Hal ini teruama tergantung dari julah ion Na+ yang untuk sebagian besar terdapat diluar sel, dicairan antar sel dan diplasma darah (Tjay, 2007).
Diuretik adalah obat yang bekerja pada ginjal untuk meningkatkan ekskresi air dan natrium klorida. Secara normal, reabsorbsi garam dan air dikendalikan masing-masing oleh aldosteron dan vasopresin. Sebagian besar diuretik bekerja dengan menurunkan reabsorbsi eletrolit oleh tubulus (atas). Ekskresi elektronit yang meningkat diikuti oleh peningkatan ekskresi air, yang penting untuk mempertahankan keseimbangan osmotik (Neal, 2006).
Diuretik akan mengurangi kongesti pulmonal dan edemaperifer. Obat-obat ini berguna mengurangi gejala volume berlebihan, termasuk ortopnea dan dispnea nokturnal paroksimal. Deuretik menurunkan volume plasma dan selanjutnya menurunkan venous retum ke jantung. Diuretik juga menurunkan afterload dengan mengurangi semua plasma sehingga menurunkan tekanan darah (Mycek, 2001).
Diuretik dapat menambah kecepatan pembentukan urin. Dimana istilah diuresis mempunyai dua pengertian, pertama menunjukkan adanya penambahan volume urin yang diproduksi dan yang kedua menunjukkan jumlah pengeluaran ( kehilangan ) zat- zat terlarut dan air. Fungsi utama diuretik adalah untuk memobilisasi cairan udem, yang berarti mengubah keseimbangan cairan sedemikian rupa sehingga volume cairan ekstrasel kembali menjadi normal (Marjono,2004).
Obat-obat ini merupakan penghambat transport ion yang menurunkan reabsorbsi Na+ pada bagian-bagian nefron yang berbeda. Akibatnya, Na+ dan ion lain seperti Cl- memasuki urine dalam jumlah lebih banyak dibandingkan bila keadaan normal bersama-sama air, yang mengangkut secara pasif untuk mempertahankan keseimbangan osmotik. Jadi, diuretik meningkatkan volume urine dan sering mengubah pH-nya serta komposisi ion di dalam urine dan darah.Penggunaan klinis utamanya ialah dalam menangani kelainan yang melibatkan retensi cairan (edema) atau dalam mengobati hipertensi dengan efek diuretiknya menyebabkan penurunan volume darah, sehingga terjadi penurunan tekanan darah (Mycek, 2001).
Pada umumnya diuretik dibagi menjadi dalam bebrapa kelompok (Tjay, 2007) :
a. Diuretik-lengkungan (furosemid, bumetanida, dan ekakrinat)
b.    Derivat-thiazida (hidroklorotalidon, mefrusida, indapaida dan (klopamida)
c.    Diuretik hemat kalium (antagonis aldosteron (spirinolakton, kanrenoat) amirolida dan triamteren)
d. Diuretik osmotik (manitol dan sorbitol)
Tiazid merupakan diuretik yang paling luas digunakan. Obat-obat ini merupakan derivat sulfonamine dan sebagai terkait secara struktur dengan penghambat karbonat anhidrase. Namun, tiazid memiliki aktivitas diuretik yang jauh lebih besar dibandingkan acetazolamide, dan bekerja dalam ginjal dengan mekanisme yang berbeda. Semua tiazid memengaruhi tubulus distal, dan semuanya memiliki efek diuretik maksimum yang setara, hanya berbeda dalam hal potensi (Champe, 2013).
Tiazid bekerja terutama pada segmen awal tubulus distal, dimana tiazid menghambat reabsorbsi NaCl dengan terikat pada sinporter yang berperan untuk kotranspor Na+/Cl- elektronetral. Terjadi peningkatan ekskresi Cl-, Na+, dan disertai H2O. bebabn Na+ yang meningkat dalam tubulus distal menstimulasi pertukaran Na+ dengan K+ dan H+, meningkatkan sekresinya, dan menyebabkan hipokalemia dan alkalosis metabolic (Neal, 2006).
Diuretik loop (biasanya furosemid) diberikan secara oral dan digunakan untuk mengurangi edema perifer dan edema paru pada gagal jantung sedang sampai berat. Obat ini diberikan secara intravena pada pasien dengan edema paru akibat gagal ventrikel akut. Tidak seperti tiazid, diuretik loop efektif pada pasien dengan penurunan fungsi ginjal (Neal, 2006).
Diuretik hemat kalium terbagi menjadi dua kelompok : (i) antagonis aldosteron (spironolakton); dan (ii) penghambat konduksi natrium pada duktus pengumpul ( amilorid, triamteren) yang menghilangkan sekresi kalium dan ion hydrogen ginjal. Obat-obat ini umumnya digunakan untuk mengimbangi efek kehilangan kalium dan magnesium dari diuretik loop (Gray, 2002).
Spironolakton secara kompetitif memblog ikatan aldosteron pada reseptor sitoplasma sehingga meningkatkan ekskresi Na+ (Cl- dan H2O) dan menurunkan sekresi K+ yang diperkuat oleh listrik. Spironolakton merupakan diuretik lemah, karena hanya 2 % dari reabsorbsi Na+ total yang berada dibawah kendali aldosteron. Spironolakton terutama digunakan pada penyakit hati dengan asites, sindrom conn, dan gagal jantung berat (Neal, 2006).
Tubulus proksimal dan pars desendens ansa Henle permeable bebas terhadap air. Semua bahan yang secara osmotic aktif yang difiltrasi oleh glomerulus tetapi tidak direabsorbsi akan menyebabkan air tertahan di segmen-segmen ini dan mendorong diuresis air. Bahan-bahan tersebut dapat digunakan untuk mengurangi tekanan intrakranium dan mempercepat pengeluaran toksin ginjal. Prototype diuretik osmotic adalah manitol (Katzung, 2013)
Komplikasi terapi diuretik antara lain (Horne, 2001):
1.    Abnormalitas volume : kekurangan volume karena diuresis berlebihan.tanda kekurangan volume cairan : pusing, kelemahan, keletihan, hipotensi postural
2.    Gangguan elektrolit :
·      Hipokalemia : terjadi karena peningkatan sekresi dan ekskresi kalium oleh ginjal. Ini dapat terjadi pada semua diuretik kecuali untuk yang bekerja pada tubulus distal ujung. Hipokalemia dapat dihindari dengan memberikan diuretik pengikat kalium atau suplemen kalium.
·      Hiperkalemia : terjadi karena penurunan sekresi dan eksresi kalium oleh ginjal. Ini dapat terjadi dengan diuretik yang bekerja pada tubulus distal akhir.
·      Hiponatremia : terjadi karena peningkatan rangsang untuk pelepasan ADH sekunder terhadap penurunan volume sirkulasi efektif.
·      Hipomagnesemia : terjadi karena penurunan reabsorbsi  dan peningkatan ekskresi magnesium oleh ginjal. Ini dapat terjadi pada ansa dan diuretik jenis tiazid dan akan memperberat terjadinya hipokalemia.



3.    Gangguan asam-basa
Alkalosis metabolic : dapat disebabkan oleh ansa dan diuretik jenis tiazid karena peningkatan sekresi dan ekskresi hydrogen oleh ginjal dan kontraksi CES disekitar adanya bikarbonat.
B.  Uraian Bahan dan Obat
1.  Uraian Bahan
a.  AQUADEST (Dirjen POM, 1979)
Nama Resmi          :  AQUA DESTILLATA             
Nama lain               :  Aquadest        
Rumus molekul     :  H2O
Berat molekul        :  18,02
Bobot jenis             :  0,997 g/ml (250C)
Pemerian                : Cairan jernih; tidak berwarna; tidak berbau; tidak
mempunyai rasa
Penyimpanan        :  Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan              :  Sebagai pelarut
b.  Na-CMC (Dirjen POM, 1979: 401)
Nama Resmi              :
NATRII CARBOXYMETHYLCELLULOSUM
Nama Lain                 : 
Natrium karboksilmetilselulosa
Pemerian                  :
Serbuk atau butiran, putih atau kuning gading, tidak berbau dan hampir tidak berbau, higroskopik.
Kelarutan                   :



Kegunaan                  :
Mudah mendispersi dalam air, membentuk suspensi koloidal, tidak larut dalam etanol (95%) P, dalam eter P,dalam pelarut organik lain.
Sebagai kontrol dan pensuspensi obat.
2.  Uraian Obat
a.    Furosemid  (PIO Depkes, 2013)
Nama Generik
Golongan Obat
Indikasi




Kontraindikasi




Efek samping





















Farmakokinetik





Farmakodinamik




Interaksi obat





























Dosis
:
:
:




:




:





















:





:




:





























:
Furosemid
Diuretik
Indikasi Penanganan edema yang berhubungan dengan gagal jantung koroner dan penyakit hati, diberikan tunggal atau dalam kombinasi dengan antihipertensi pada penanganan hipertensi.
Hipersensitif terhadap furosemid, atau komponen lain dalam sediaan atau sulfonil urea, anuria, pasien koma hepatik atau keadaan penurunan elektrolit parah sampai keadaannya membaik.
Hipotensi ortostatik, tromboflebitis, aortitis kronik, hipotensi akut,serangan jantung (akibat pemberian melalui I.V atau I.M), parethesias, vertigo, pusing, kepala terasa ringan, sakit kepala, pandangan kabur, demam, tidak bisa beristirahat, hiperglikemia, hiperurisemia, hipokalemia, hipokloremia, alkalosis metabolik, hipokalsemia, hipomagnasemia, hiponatremia, dermatitis eksfoliatif, eritema multiform, purpura, fotosensitifitas, urtikaria, rashm pruritusm vaskulitis kutan, spasmus saluran urin, frekuensi uriner, anemia aplastik (jarang), trombositopenia, agranulositosis (jarang), anemia hemolitik, anemia, leukopenia, anemia, gangguan pendengaran (sementara atau permanen; pada pemberian I.M atau I.V). tinitus, tuli sementara (pada pemberian i.m atau i.v cepat), vaskulitis, alergi nefritis intestinal, glikosuria, penurunan kecepatan filtrasi dan aliran darah pada ginjal (karena overdiuresis), kenaikan BUN sementara.
Absorpsi oral : 60-67%. Ikatan protein : > 98%. Metabolisme : melalui hati. T½  eliminasi : 0.5 -1.1 jam, sakit ginjal parah : 9 jam.Ekskresi melalui urin : (oral : 50%, i.v : 80%) selama 24 jam; feses (sebagai obat yang tidak berubah) : klirens non ginjal diperpanjang pada pasien gangguan ginjal.
Furosemid adalah suatu diuretika yang bekerja dengan cara menghambat reabsorbsi ion Na pada jerat Henle. Onset kerja : Diuresis oral : 30-60 menit,I.M : 30 menit, I.V :~ 5 menit.Durasi : oral 6-8 jam, i.v : 2 jam.
Hipokalemia yang diinduksi oleh furosemid akan menyebabkan toksisitas pada digoksin dan dapat meningkatkan risiko aritmia dengan obat-obat yang dapat meningkatkan interval QT, termasuk antiaritmia tipe Ia dan III, cisaprid dan beberapa kuinolon (sparfloksasin, gatifloksasin dan moksifloksasin). Risiko toksisitas litium dan salisilat akan meningkat dengan adanya diuretik loop. Efek hipotensi dan/atau efek lanjut pada ginjal dari inhibitor ACE dan anti inflamasi non steroid akan meningkat dengan adanya hipovolemia yang diinduksi oleh furosemida, Efek obat bloker adrenergik perifer atau bloker ganglion dapat ditingkatkan oleh furosemid. Furosemid dapat meningkatkan risiko toksisitas dengan agen ototoksik lain (aminoglikosida, cis-platinum), terutama pada pasien dengan disfungsi ginjal. Efek sinergis diuretik lebih cenderung terjadi pada penggunaan bersama obat antihipertensi lain dan hipotensi dapat terjadi. Indometasin, aspirin, fenobarbital, fenitoin dan antiinflamasi non steroid dapat menurunkan efek natriuretik dan hipotensif dari furosemid. Colestipol, kolestiramin dan sukralfat akan menurunkan efek furosemid, beri jarak pemberian 2 jam. Furosemid dapat mengantagonis efek relaksan otot skeletal (tubokurarin). Toleransi glukosa dapat diturunkan oleh furosemid, perlu penyesuaian dosis obat hipoglikemik.
Dewasa :Oral :Dosis awal 20-80 mg/dosis,dengan peningkatan 20-40 mg/dosis pada interval 6-8 jam;
umumnya dosis pemeliharaan adalah dua kali sehari atau setiap hari; mungkin dititrasi lebih dari 600 mg/hari pada keadaan edermatous
parah. Untuk hipertensi : 20-80 mg/hari dalam dua dosis terbagi.
b.    Hydrochlorotiazid (PIO Depkes, 2013)
Nama Generik
Nama Kimia

Struktur Kimia
Golongan Obat
Nama Dagang
Indikasi


Kontraindikasi


Farmakodinamik




Farmakokinetik



Efek Samping


Bentuk sediaan
:
:

:
:
:
:


:


:




:



:


:
Hydrochorotiazide
6 – chloro – 3,4 dihydro – 2 – H – 1 – 2,  4 kenzothiazidine – 7 – sulphonamida
C7H8ClN3O4S2
Diuretik
Hidroklorotiazid
Penanganan   hipertensi   ringan sampai sedang, edema pada gagal jantung dan sindrom nefrotik.
Diabetes melitus dengan kemungkinan hipersensitifitas terhadap golongan obat ini.
Meningkatnya ekskresi natrium klorida akan sejumlah air, efek nafigasi ini disebabkan oleh penghambatan mekanisme reabsorbsi elektrolit pada tubulus distal (Tjay, 2002).
Reabsorbsinya dari usus sampai 80%, Ppnya K-5 70% dengan plasma. Waktu paruh 6 – 15 jam. Eksresinya terutama lewat secara utuh (Tjay, 2002).
Hipotensi artantik, hipotensi, reaksi alergi antifilaktis yang membahayakan hidup, tekanan pernafasan
Tablet 25 mg.
C. Uraian Hewan Coba
Tikus (Rattus novergicus)
1.     Klasifikasi (Ningsih, 2009)
Kingdom                       : Animalia
Divisio                             : Vertebrata
Class                               : Mamalia
Ordo                                : Rodentia
Famili                              : Muridae
Genus                             : Orytolagus
Spesies                           : Rattus norvegicus
2.     Karakteristik Hewan Coba (Ningsih, 2009)
Pubertas                         : 4 bulan
Masa beranak                : Mei – September
Masa hamil                    : 28-36 hari
Jumlah sekali lahir       : 5-6 ekor
Lama hidup                    : 8 tahun
Masa tumbuh                : 4-6 bulan
Suhu tubuh (̊C)             : 50̊ - 60̊
Tekanan darah              : 5




BAB III
METODOLOGI KERJA
A.           Alat dan Bahan
a.    Alat yang digunakan
Adapun alat yang digunakan pada percobaan ini adalah gelas kimia, kanula, kandang fisiologi, labu ukur 10 ml, spoit injeksi 1 ml dan 3 ml dan stopwatch.
b.    Bahan yang digunakan
Adapun bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah aquadest, furosemide, Na-CMC 1% dan hidroklortiazide.
B.           Prosedur Kerja
a.    Pembuatan bahan
Pembuatan Na-CMC 1%.
Disiapkan alat dan bahan, kemudian Na-CMC ditimbang sebanyak 1 gram. Selanjutnya, 100 mL air suling dipanaskan hingga suhu 700C, laluNa-CMC dilarutkan dengan air suling yang sudah dipanaskan tadi sedikit demi sedikit dan kemudian diaduk.Setelah itu, larutan Na-CMC dimasukkan kedalam wadah, kemudian disimpan didalam lemari pendingin.
b.  Pembuatan Obat
a)    Furosemide
·           Disiapkan alat dan bahan yang digunakan
·           Ditimbang furosemide sebanyak 2, 905 mg
·           Dimasukkan kedalam labu takar 10 mL
·           Masukkan larutan Na CMC sebanyak 10 mL, dihomogenkan
·           Diberikan etiket.
b)     Hydrochlorotiazid
·           Disiapkan alat dan bahan yang digunakan
·           Ditimbang hydrochllorotiazid sebanyak 6,196 mg
·           Dimasukkan dalam labu takar 10 mL
·           Masukkan larutan Na CMC sebanyak 10 mL, dihomogenkan
·           Diberikan etiket
C.           Perlakuan Hewan Coba
a.    Obat Furosemide
·         Disiapkan tikus putih yang akan digunakan dalam praktikum
·         Ditimbang berat badan tikus putih
·         Dihitung volume pemberian tikus putih
·         Tikus putih terlebih dahulu diberikan air hangat sebanyak 5 mL (oral).
·         Setelah itu diberikan obat furosemide sebanyak 7,725 mL (oral)
·         Masukkan tikus putih kedalam kandang fisiologis untuk diamati volume urinnya
·         Diukur volume urinenya tiap menit ke 30’, 60’ dan 90’.
b.    Obat Hydrochlorotiazid
·         Disiapkan tikus putih yang akan digunakan dalam praktikum
·         Ditimbang berat badan tikus putih
·         Dihitung volume pemberian masing-masing tikus putih
·         Tikus putih terlebih dahulu diberikan air hangat sebanyak 5 mL (oral).
·         Setelah itu diberikan obat hydrochlorotiazid sebanyak 5,775 mL (oral)
·         Masukkan tikus kedalam kandang fisiologis untuk diamati volume urinnya
·         Diukur volume urinenya tiap menit ke 30’, 60’ dan 90’.















BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.  Data Pengamatan
Dari hasil praktikum diuretik yang telah dilakukan, maka diperoleh hasil pengamatan berupa tabel sebagai berikut :
Obat
BB (gram)
VP (mL)
V. urin setelah menit ke-(mL)
30
60
90
Hydrochlorotiazid
231 g
5,775 mL
2
1,8
2
Furosemide
309 g
7,725 mL
-
1,8
2

B. Pembahasan
Diuretik adalah obat yang bekerja pada ginjal untuk meningkatkan ekskresi air dan natrium klorida. Diuretik digunakan untuk mengurangi edema pada gagal jantung kongestif, beberapa penyakit ginjal, dan sirosis hepatis. Obat yang bekerja sebagai diuretik digolongkan menjadi 5 golongan, diantaranya Diuretik Tiazid, diuretik Loop, diuretik hemat kalium, diuretik osmotic, dan inhibitor karbonat anhidrase.
Praktikum ini dilakukan dengan tujuan menentukan efek dari obat diuretik, yaitu Furosemid dan Hidrochlorotiazid  pada hewan coba tikus (Rattus novergicus) berdasarkan parameter pengukuruan volume urin.
Adapun hewan coba yang di pakai pada percobaan ini adalah tikus (Rattus novergicus), alasan digunakannya karena hewan yang digunakan haruslah memiliki kesamaan struktur dan sistem organ dengan manusia, salah satunya yaitu hewan tikus (Rattus novergicus). Selain itu haruslah juga memperhatikan variasi biologik (usia, jenis kelamin) ras, sifat genetik, status kesehatan, nutrisi, bobot dan luas permukaan tubuh, serta keadaan lingkungan fisiologik. Dan juga karena tikus (Rattus novergicus) juga memiliki komponen darah yang dapat mewakili mamalia lainnya khususnya manusia, dan juga tikus (Rattus novergicus) mempunyai organ terlengkap sebagai hewan mamalia.
Furosemid adalah obat yang termasuk dalam golongan diuretik loop, dimana furosemid ini bekerja di loop menghambat reabsorbsi NaCl dalam ansa Henle asendens segmen tebal. Segmen ini mempunyai kapasitas yang besar untuk mengabsorbsi NaCl sehingga obat yang bekerja pada tempat ini menyebabkan diuresis yang lebih hebat daripada diuretik lain. Diuretik loop bekerja pada membrane lumen dengan cara menghambat kotransport Na+/K+/2Cl-.
Furosemid yang merupakan diuretik kuat digunakan untuk menghilangkan air dan garam dari tubuh. Pada ginjal, bahan-bahan seperti garam, air dan molekul kecil lainnya yang biasanya akan disaring keluar dari darah dan masuk kedalam tubulus ginjal. Akhirnya cairan yang disaring menjadi air seni. Sebagian besar natrium, klorida dan air yang disaring dari darah diserap kedalam darah sebelum cairan disaring menjadi air kencing dan dihilangkan dari tubuh. Furosemid bekerja menghalangi penyerapan natrium, klorida, dan air dari cairan yang disaring dalam tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan yang banyak dalam pengeluaran  urin.
Hidroklorthiazid berkerja dengan cara menghambat simporter Na+ dan  Cl-  ditubuls distal. Mekanisme kerja hidroklorthiazid yaitu inhibisi reabsorbsi pada tubulus ginjal, akibatnya ekskresi Na dan air meningkat.
Pada praktikum yang dilakukan digunakan 2 tikus putih, dengan berat masing-masing 231 gram dan 309 gram. Mula-mula tikus diberikan air hangat sebanyak 5 mL Tujuannya adalah untuk membantu mempercepat atau memperbanyak urin yang dikeluarkan.  Pada tikus dengan berat 231 gram diberikan Hidriklorotiazid dengan volume pemberian 5,775 mL secara oral. Sehingga diperoleh hasil urin pada menit ke 30 sebanyak 2 mL, menit ke 60 sebanyak 1,8 mL, sedangkan pada menit ke 90 tikus mengeluarkan urin sebanyak 2 mL.
Pada tikus dengan berat 309 gram diberikan furosemid dengan volume pemberian 7,725 mL secara oral. Diperoleh hasil, pada menit ke 30 tikus tidak mengeluarkan urin, sedangkan pada menit ke 60 tikus mengeluarkan urin sebanyak 1,8 mL dan pada menit ke 90 mengeluarkan urin sebanyak 2 mL, sehingga total urin yang dikeluarkan tikus adalah 3,8 mL.
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan diperoleh hasil efek farmakodinamik dari obat yang digunakan beberapa sesuai dengan literature. Hal ini ditandai dengan bertambahnya volume urin tikus putih pada tiap menitnya.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A.  Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat ditarik pada percobaan ini adalah obat furosemide dan obat hydrochlorotiazid dapat menaikkan volume urine pada hewan coba dengan tanda bertambahnya volume urin tiap menitnya.
  1. Saran
Diharap tuntunan nya selalu dari asisten untuk mencegah kesalahan dalam praktikum.













DAFTAR PUSTAKA
Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Depkes RI; Jakarta.
Gray,H.,Huon. 2002. Kardiologi. PT Gelora Aksara Pratama : Jakarta.
Harvey, Richard dan Pamela C. Champe. 2013. Farmakologi Ulasan Bergambar Edisi IV. EGC : Jakarta.
Horne. 2001. Keseimbangan cairan, elektrolit, dan asam-basa. EGC : Jakarta.
Katzung B., Susan B., Anthony T. 2013. Farmakologi Dasar dan Klinik. EGC: Jakarta.
Marjono, Mahar. 2004. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. UI PRESS: Jakarta.

Mycek, Mary J.,dkk. 2001. Farmakologi Ulasan Bergambar, Edisi 2.Widya Medika. Bandung
Neal,M.J, 2006. At a Glance FARMAKOLOGI MEDIS Edisi kelima. Erlangga : Jakarta.
Tjay, Tan Hoan dkk. 2007. Obat-obat penting khasiat, penggunaan dan efek-efek sampingnya. Elex Media Komputindo : Jakarta.










LAMPIRAN
Lampiran I Skema Kerja
Disiapkan 2 ekor tikus

Diberikan air hangat 5 ml

                        Furosemid                                        hidroklothiazid
                                                           
Dimasukkan dalam kandang fisiologis

Diukur volume urine setelah menit 30, 60 dan 90









Lampiran II Perhitungan Dosis
1.  Furosemid 20 mg
Dosis dewasa      =
                               = 0,333 mg/kgBB
Dosis tikus            = 0,33 mg/kgBB ×
                               = 2, 035 mg/kgBB
Dosis maksimal   =
                               = 0,407 mg
Larutan stock       =
                               = 0,814 mg/10 ml
BYD                       =
                               = 2,905 mg/10 ml
2.  Hidroklothiazid 25 mg
Dosisdewasa       =
                               = 0,416mg/kgBB
Dosis tikus            = 0,416 mg/kgBB ×
                               = 2, 565 mg/kgBB
Dosis maksimal   =
                               = 0,513 mg
Larutan stock       =
                               = 1,026 mg/10 mL
BYD                       =
= 6,196 mg